MAKALAH
METODE
ANALISIS KEBIJAKAN DAN PERENCANAAN PENDIDIKAN
Oleh
: Ilhamdi
A. Pendahuluan
Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya mewarisi
nilai yang menjadi penolong dan penentu umat manusia dalam menjalani kehidupan,
untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat manusia. Tanpa pendidikan, manusia Indonesia
tidak akan mampu dan sanggup untuk bersaing dengan manusia lainnya. Namun
pendidikan yang berkualitas tidaklah lahir dengan sendirinya, diperlukan sebuah
regulasi sistem atau kebijakan yang mengatur tentang pendidikan tersebut. Lahirnya
UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan bagian upaya
dari kebijakan pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan di era modern
ini. Undang-undang ini memang telah lebih komprehensif dan jelas menyatakan
tentang standarisasi pendidikan dan peningkatan mutu.
Dengan undang-undang ini kebijakan pendidikan berubah,
yang tadinya otoritas penyelenggaraan pendidikan berada di tangan pemerintah
pusat, sekarang otoritas tersebut berada di tangan pemerintah daerah. Permasalahan
pendidikan yang dihadapi Pemerintah Indonesia memang sangat kompleks. Selain
menyediakan pendidikan bagi penduduk usia belajar yang jumlahnya begitu besar,
kita menghadapi perubahan dan perkembangan teknologi dan informasi yang begitu
deras, yang tidak diimbangi peningkatan mutu sumber daya pembelajaran, termasuk
dalam hal peningkatan mutu guru, kurikulum, alat pembelajaran, dan lainnya.
Ketertinggalan dalam hal mutu sumber daya pembelajaran
ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah. Melihat kompleksnya isu pendidikan
yang dihadapi pada Abad- 21 ini dan yang sedang dihadapi Indonesia saat ini,
diperlukan analisis terhadap sistem dan kebijakan beserta perencanaan
pendidikan. Kebijakan dan perencanaan pemerintah dalam pendidikan yang perlu
dianalisis adalah kebijakan dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah,
keputusan menteri, serta keputusan direktur jenderal. Banyak permasalahan
pendidikan yang dapat diidentifikasi dari masalah yang disebabkan oleh
kebijakan pendidikan yang ada, termasuk isu-isu pendidikan yang berkembang.
Namun untuk dapat melakukan analisis dari sebuah
kebijakan seorang analis dituntut harus menguasai metode analisis sehingga
analisa yang dilakukan memiliki akuntabilitas melalui data atau informasi yang
disajikan. Dalam makalah ini penulis akan
membahas tentang metode analisis kebijakan dan perencanaan pendidikan melalui pendekatan:
1) makro dan mikro, 2) perbedaan perencanaan dan analisis kebijakan pendidikan,
3) jenis perencanaan pendidikan, 4) jenis-jenis metode analisis kebijakan dan
perencanaan, 5) prinsip-prinsip praktis bagi pemula analis kebijakan, 6)
prosedur analisis kebijakan, 7) teknik analisis kebijakan, dan 8) teknik
perencanaan.
B. Pembahasan
Menurut Patton dan Sawicki (1986) sebagaimana dikutip
oleh Nanang Fattah[1] dari sejumlah literatur ditemukan bahwa analis
kebijakan fokus utamanya pada masalah-masalah di tingkat pemerintah pusat,
sedangkan perencana fokus utamanya pada masalah tingkat provinsi atau pemerintah
daerah. Pemerintah daerah mengadopsi kebijakan dan pemerintah pusat sering
membuat rencana. Ada yang berpendapat bahwa analisis kebijakan lebih luas dan
abstrak membutuhkan lebih banyak informasi dan analisis, lebih banyak cabangnya
daripada perencanaan. Namun, sebagian berpendapat sebaliknya. Oleh karena itu,
perbedaan ini tidak terlalu penting, karena baik analis kebijakan maupun
perencana menggunakan metode dasar dan metode riset.
1.
Pendekatan Makro dan Mikro Analisis Kebijakan dan Perencanaan
Ilmu analisis kebijakan merupakan ilmu terapan (applied science) dan multidisiplin
termasuk ilmu ekonomi. Jika selama ini kita hanya mengenal kedua istilah
tersebut dalam kajian bidang ekonomi saja. Misalkan ekonomi makro hanya
menitikberatkan pada agregasi dari unit-unit ekonomi, terutama perekonomian
nasional, sedangkan ekonomi mikro menitikberatkan pada konsumen,
perusahaan-perusahaan, dan industri-industri secara individual. Dalam metode analisis
kebijakan dan perencanaan pendidikan dapat dilakukan melalui pendekatan secara
makro maupun mikro
Sedangkan menurut Nanang Fattah (2000) perencanaan
secara makro adalah perencanaan yang menetapkan kebijakan-kebijakan yang akan
ditempuh, tujuan yang ingin dicapai dan cara-cara mencapai tujuan itu pada
tingkat nasional. Sedangkan perencanaan mikro sebagai perencanaan pada tingkat
institusional dan merupakan penjabaran dari perencanaan tingkat makro.[2]
Banyak perbedaan antara analisis kebijakan dan perencanaan.
Analisis kebijakan lebih menekankan pada
masalah makro, seperti masalah pemerintah pusat, sedangkan untuk perencanaan
lebih cenderung pada masalah daerah. Meskipun demikian sering pemerintah pusat
mengadopsi analisis kebijakan dari perencanaan daerah.
2.
Perbedaan Perencanaan dan Analisis Kebijakan Pendidikan
Untuk
memahami secara jelas antara perencanaan dan analisis kebijakan masing-masing
karakteristiknya dapat disusun sebagai berikut.
Perencanaan yang komprehensif meliputi:
1.
Fase
inventori biasanya untuk pengumpulan data dari geografi dan lingkungan, pada
infrastruktur, karakteristik demografi, dan ekonomi dari penduduk.
2.
Mencari
alternatif solusi, yang digambarkan secara lengkap, tetapi kenyataannya sangat
terpaksa, menghapus alternatif penting sebelum disajikan pada klien.
3.
Persiapan
rencana.
4.
Klien umum
“kepentingan publik”.
5.
Berorientasi
pada persoalan pokok, sebagai kebalikan dari orientasi pada masalah dan
cakupannya (seperti: transportasi, versus kemacetan di pelosok kota).
6.
Waktunya
agak panjang (biasanya 10 tahun yang lalu).
7.
Menggunakan
pendekatan politik dalam proses implementasinya.
Sebaliknya
analisis kebijakan memiliki karakteristik serupa, yaitu:
1.
Fase
inventori atau fase pencarian, yang terbatas cakupannya dan ditujukan pada isu
permasalahan tertentu.
2.
Mencari
alternatif, yang kemudian biasanya dievalusi dan diberikan kepada klien.
3.
Mempersiapkan
memorandum (peringatan), dokumen
masalah, dokumen kebijakan, atau draf perundang-undangan.
4.
Klien
khusus, pimpinan eksekutif, pegawai pemerintah, kelompok kepentingan publik,
tetangga, atau bank, kemungkinan memiliki pandangan tertentu terhadap masalah.
5.
Orientasi
pada isu atau masalah, yang tergambarkan alternatifnya sebagai sikap reaktif.
6.
Horison
waktu sering disetujui oleh pejabat terpilih atau belum pasti terpilih.
7.
Pendekatan
politik untuk mencapai tujuan.
1. Bagian besar dari proses perencanaan
kebijakan
2. Paradigma kerja khusus untuk single
klien
3. Menggunakan metode dasar lebih
reaktif
4. Menetapkan masalah dan alternatif solusinya
|
Masalah
Mikro
|
Pengembangan
perencanaan
|
1. Menekankan pada penggunaan sumber
daya jangka panjang dan lebih terkonsentrasi pada kepentingan publik yang
lebih besar
2. Metode yang digunakan metode riset
|
Masalah
Makro
|
Analisis
Kebijakan
|
Perencanaan
|
(Sumber:
Nanang Fattah diapdosi dari Patton dan Sawicki, 1986)
Gambar Hubungan Perencanaan dan Analisis
Kebijakan
Proses perencanaan yang komprehensif
biasanya menggunakan metode riset dan proses analisis kebijakan dengan metode
dasar, meskipun perlu beberapa penjelasan tambahan.
Pertama, analisis
kebijakan pada dasarnya adalah hanya bagian besar dari proses perencanaan
kebijakan, dan analisis sendiri menguraikan masalah kebijakan menjadi
bagian-bagian, memahami dan mengembangkan rencana tentang apa yang akan
dikerjakan.
Kedua, dua
uraian analisis menyatakan bahwa analisis kebijakan lebih reaktif daripada perencanaan,
yang selalu terjadi ketika seseorang menetapkan masalah atau mengajukan
solusinya.
Ketiga, perencanaan
dilakukan karena berkaitan dengan penggunaan sumber-sumber yang sesuai dalam
jangka panjang dan berhubungan dengan kepentingan publik yang luas.
Perencanaan dipandang sebagai proses
yang didesain untuk memengaruhi peristiwa di masa depan menurut cara yang
diinginkan melalui tindakan sekarang. Hal ini ditujukan untuk mencapai keadaan
masa depan yang diinginkan. Perencanaan bukan hanya sekedar kegiatan, tetapi
merupakan sikap atau cara berpikir. Perencanaan melibatkan proses, tetapi yang
lebih penting, karena perencanaan merupakan orientasi untuk mencapai masa depan
yang menyerap semua pembuatan keputusan.[3]
3.
Jenis Perencanaan Pendidikan
Nanang Fattah (2000) dan Djam’an Satori
(2000) mengemukakan tentang berbagai jenis bentuk perencanaan, yaitu:[4]
a.
Top-Down Planning
Perencanaan ini dibuat
di tingkat atas kemudian disampaikan di tingkat menengah dan di tingkat bawah,
perencanaan ini berbasis makro atau tingkat nasional.
b.
Bottom-Up Planning
Perencanaan jenis ini
dibuat di tingkat bawah kemudian disampaikan perencanaan di tingkat yang lebih
tinggi, perencanaan ini berbasis mikro yaitu perencanaan yang dilakukan pada
tingkat UPT atau pada tingkat kabupaten/kota.
c.
Diagonal-Horizontal Planning
Perencanaan jenis ini
biasanya dilaksanakan pada waktu penyusunan perencanaan lintas sektoral,
dilakukan oleh top level manajer yang membicarakan kebijakan makro.
d.
Rolling-Plan
Perencanaan
menggelinding dilakukan terhadap perencanaan jangka menengah atau jangka
panjang. Hal ini dilakukan setelah adanya pembahasan menjadi perencanaan
tahunan.
e.
Kolaborasi Planning
Perencanaan jenis ini
menggabungkan dua jenis model perencanaan yaitu Top-Down Planning dan Bottom-Up
Planning. Perencanaan model ini dipakai oleh pemerintah Indonesia seperti
dalam pelaksanaan Rakor, Rakerda dan Rakernas. Dalam jenis perencanaan ini
dilakukan penentuan sasaran prioritas yang disesuaikan dengan kemampuan
penyedian anggaran.
f. Dilihat dari posisi pengembangan
kelembagaan, perencanaan dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu
Perencanaan Strategis (Strategic Planning)
dan Perencanaan Operasional (Operational
Planning).
4.
Jenis-Jenis Metode Analisis Kebijakan dan
Perencanaan
Dalam
melakukan analisis kebijakan dan perencanaan ada dua model metode yang bisa
dipergunakan. Kedua model metode tesebut yaitu model rasional (rasional model) dan model dasar (basic model).
a. Model Rasional (Rasional Model)
1. Definisi Masalah
|
2.
Membuat Kriteria Evaluasi
|
6.
Implementasi Kebijakan yang disukai
|
4.
Evaluasi Kebijakan Alternatif
|
5.
Memilih Kebijakan yang disukai
|
3.
Identifikasi Kebijakan Alternatif
|
(Sumber:
Nanang Fattah diadopsi dari Patton dan Sawicki, 1986)
Gambar
Model Rasional (dari Patton dan Sawicki, 1986)
Model rasional atau disebut analisis
berdasarkan riset (research analysis)
berusaha mencari kebenaran di belakang masalah dan tidak atas dasar intuisi dan
bahkan menentang solusi masalah berdasarkan intuisi.
b. Model Dasar (Basic Model)
Model
dasar lebih praktis yang memiliki ciri bahwa para klien memahami dan mengerti
logikanya sehingga hasilnya dapat dirumuskan menjadi kebijakan yang baik.
Dengan model dasar ini terjadi saling pengaruh di antara para analisis sendiri,
proses interaksi dengan klien dan sarana komunikasi yang digunakan untuk sampai
pada hasil analisis.
Model
ini lebih pada keahlian (craft)
dibandingkan sebagai ilmu. Keberhasilan dari model ini diukur oleh mutu debat
publik dan kemanjuran dari kebijakan yang diambil. Oleh karena itu, model
dasar harus responsif terhadap masalah
kebijakan.
Model
dasar kebijakan sebagaimana tergambar dalam bagan dimulai dari verifikasi
definisi perincian masalah, penentuan kriteria evaluasi, identifikasi kebijakan
alternatif, evaluasi kebijakan alternatif, memilih alternatif kebijakan ,
memantau dampak kebijakan.
1. Verifikasi, Definisi dan Perincian
Masalah
|
2.
Menentukan Kriteria Evaluasi
|
6.
Memantau Dampak Kebijakan
|
3.
Identifikasi Kebijakan Alternatif
|
5.
Memilih Kebijakan yang disukai
|
4.
Evaluasi Kebijakan Alternatif
|
(Sumber:
Nanang Fattah diadopsi dari Patton dan Sawicki, 1986)
Gambar
Model Dasar Kebijakan
Selain kedua model
tersebut dalam analisis kebijakan dan perencanaan dikenal juga metode croscutting. Menurut Patton dan Sawicki
(1986) metode ini adalah metode singkat yang dapat digunakan pada setiap
tahapan dalam proses analisis kebijakan. Tahapan tersebut, yaitu identifikasi
masalah dan pengumpulan data, pelaksanaan wawancara khusus, persiapan
pengolahan statistik, dan mengkomunikasikan hasil.
5.
Prinsip-Prinsip Praktis bagi Pemula Analis Kebijakan
Untuk
menjadi seorang analis kebijakan ada beberap hal yang harus diperhatikan,
terutama bagi seorang analis pemula, diantaranya ialah:
a.
Belajar
untuk fokus terhadap masalah.
b.
Hindari
pendekatan “tool box” dalam
menganalisis kebijakan.
c.
Belajar
untuk berhubungan dengan ketidakpastian.
d.
Berbicara
dengan data (angka-angka), kemampuan melihat masalah didasarkan data, dan
memiliki kemampuan matematis.
e.
Membuat
analisis yang sederhana dan transparan.
f.
Periksa
fakta, untuk menghindari kesalahan.
g.
Belajar
untuk membantu pekerjaan yang lain, dan membantu melihat masalah dari
prespektif lain.
h.
Berikan
klien analisis bukan keputusan.
i.
Pandangan
yang lebih luas. Analis harus mampu memperluas definisi maslah dan alternatif
solusi.
j.
Menyadari
bahwa tidak ada analisis yang sangat benar, rasional dan sempurna. Mutu
analisis dianggap benar menurut konteks waktu dan sumber daya yang tersedia.
6.
Prosedur Analisis Kebijakan
Prosedur
atau langkah-langkah dari proses analisis kebijakan menurut beberapa ahli dapat
diuraikan sebagai berikut:
E.
S Quade (dalam Patton dan Sawicki) menyebutkan lima unsur penting proses
analisis kebijakan: 1) formulasi masalah, 2) pencarian alternatif-alternatif,
3) peramalan lingkungan untuk masa mendatang, 4) model-model pengaruh
alternatif, dan 5) evaluasi (membandingkan dan mengurutkan alternatif).
Sementara itu Macrae dan Wilde berpendapat bahwa setiap proses analisis dari
beberapa unsur pokok, adalah sebagai berikut:
a.
Merumuskan
masalah.
b.
Menentukan
kriteria untuk membuat suatu pilihan atas alternatif-alternatif.
c.
Mengahasilkan
serangkaian alternatif kebijakan.
d.
Memutuskan
suatu tindakan yang menghasilkan pilihan kebijakan untuk diimplementasikan.
e.
Melakukan
evaluasi atas pengaruh kebijakan yang telah dimplementasikan.
Stokey
dan Zechauser merumuskan lima langkah proses yaitu: 1) menentukan masalah dan
tujuan yang akan dicapai, 2) membuat alternatif tindakan yang mungkin, 3)
prediksi dampak dari alternatif, 4) menentukan kriteria untuk mengukur
pencapaian alternatif, dan 5) menyebutkan pilihan tindakan yang disukai.
Urban
Institut mengemukan proses analisis kebijakan pada tingkat lokal dan pusat sebagai
berikut:
a.
Merumuskan
masalah.
b.
Mengidentifikasi
tujuan yang relevan.
c.
Memilih
kriteria evaluasi.
d.
Spesialisasi
layanan kelompok.
e.
Mengidentifikasi
alternatif-alternatif.
f.
Memperkirakan
biaya dari setiap alternatif yang ada.
g.
Menetapkan
tingkat efektivitas dari setiap alternatif.
h.
Membuat
kesimpulan dan menetapkan keputusan.
7.
Teknik Analisis Kebijakan
Dalam
melakukan analisis kebijakan seorang analis haruslah mengetahui teknik-teknik
analisis kebijakan tersebut. Setidaknya ada dua teknik, yaitu:
a.
Teknik
Analisis Dasar
Sejumlah
teknik analisis data dasar memerlukan teknik yang cepat dan dapat digunakan
untuk menemukan arti dari sekumpulan data serta sama pentingnya teknik itu
dapat mengantarkan data kepada klien.
b.
Teknik
Analisis Data
Teknik
analisis data mencangkup, yaitu: 1) teknik grafik, 2) tabel, 3) peta, 4) fungsi
pelaporan hasil analisis kebijakan. Untuk lebih jelasnya akan dibahas secara
rinci sebagaimana berikut.
1.
Teknik
grafik
Teknik
grafik merupakan bagian yang dari analisis data. Tampilan visual informasi
numerik dapat memberikan lebih banyak wawasan dibandingkan dengan ringkasan
tabulasi data numerik bagi analisis dan klien. Menurut Altman ada lima ciri
dasar sebagai perbandingan grafik, yaitu: 1) komponen atau proporsi (ukuran)
dari topik yang diteliti, 2) nomor item atau selisihnya, 3) distribusi
frekuensi, 4) korelasi di antara variabel, dan 5) time-series atau tren data
item.
Ada
empat langkah persiapan grafik yang baik, yaitu: 1) perumusan hipotesis atau
teori tentang data apa yang harus dimunculkan, 2) memilih pengukuran, 3)
mengembangkan tampilan (lay out), dan
4) menggambar atau memasukan data dan melengkapi grafik, dengan judul skala,
tanggal, sumber, dan catatan penjelasan.
2.
Tabel
Teknik
dasar dan penting dalam menganalisis data adalah menggunakan tabel. Empat
langkah dalam membuat grafik tadi sama dengan membuat tabel. Berikut ini enam
langkah dalam membuat tabel yaitu: 1) setiap tabel harus memiliki judul, 2)
bagi data ke dalam kategori yang terpisah dari yang lain dan mendalam, 3) gunakan
pembagian secara lurus dan sejajar, 4) menyusun nilai varibel dari yang
terendah hingga yang tertinggi, dari kiri ke kanan, dan dari bawah ke atas, 5)
laporkan nilai-nilai yang tidak lengkap dan respons kekurangan karena tidak
akan bisa digunakan, dan 6) tuliskan sumber-sumber.
3.
Peta
Peta
memiliki potensi analsis yang besar ketika isu kebijakan memiliki dimensi
ruang/tempat. Menggunakan peta adalah untuk memotret karakteristik individu
atau unit secara global. Teknik ini sangat berguna khususnya ketika mengevaluasi
kebijakan yang melibatkan perubahan fisik, gangguan bangunan, potensi banjir,
dan lain sebagainya.
4.
Fungsi
Pelaporan Hasil Analisis Kebijakan
Brinkerhoff
(dalam Worthen dan Sanders, 1987) menjelaskan sembilan fungsi kegunaan lainnya
dari pelaporan, yaitu: 1) untuk menunjukan akuntabilitas program, 2) untuk
meyakinkan, 3) untuk mendidik, 4) untuk eksplorasi dan investigasi, 5) untuk
mendokumentasikan, 6) untuk berpartisifasi, 7) untuk memperoleh dukungan, 8)
untuk meningkatkan pemahaman, dan 9) untuk meningkatkan hubungan dengan publik.
8. Teknik-Teknik
Perencanaan
Teknik-teknik
perencanaan tersebut antara lain sebagai berikut:
a.
Teknik
Diagram Balok (Bar Chart)
Teknik
diagram balok (bar chart) sering
disebut Gannt (gannt chart) karena
diagram ini memberikan gambaran tentang: 1) kegiatan terperinci dari suatu
proyek, 2) waktu memulai setiap kegiatan, 3) lamanya kegiatan tersebut.
Dalam
diagram balok ini terdapat dua macam sumbu, yaitu absis dan ordinat atau dua
dimensi, yaitu vertikal dan horizontal. Dimensi vertikal menunjukan tugas atau
perincian tugas yang harus dikerjakan, sedangkan dimensi horizontal menunjukan
waktu mulai dari yang ditentukan.
Beberapa
hal yang dipandang sebagai kelemahan dari diagram ini, antara lain sebagai
berikut:
1.
Hubungan
antara satu kegiatan dengan kegiatan lainnya tidak tergambarkan atau hubungan
tidak ditunjukan.
2.
Tidak
dapat diidentifikasi, kegiatan mana yang merupakan kegiatan kritis (kegiatan
yang tidak bisa ditunda).
3.
Oleh
karena itu, proyek besar yang memerlukan kontrol waktu secara ketat, koordinasi
dan analisis biaya yang cermat, tidak menguntungkan apabila menggunakan teknik
ini.
b.
Diagram
Milestone
Diagram
Milestone disebut juga diagram struktur perincian kerja. Diagram ini
menggambarkan unsur-unsur suatu proyek dengan keterkaitannya secara fungsional.
Struktur ini dibuat berdasarkan pemecahan struktur proyek yang disusun secara
hierarkis. Apabila proyek secara keseluruhan dianggap sebagai sistem, maka
proyek itu dipecah-pecah menjadi bagian-bagian sistem (subsistem).
c.
PERT
dan CPM (Nettwork Planning)
PERT
(Program Evaluation and Review Technique),
yaitu teknik penilaian dan peninjauan program. CPM (Critical Path Method), yaitu metode jalur kritis. Menurut
Richard
(1980) PERT diartikan sebagai teknik manajemen dalam merencanakan dan
mengendalikan proyek-proyek yang bersifat nonrepititeve (tak berulang).
Disamping itu PERT sebagai teknik manajemen bertujuan untuk sebanyak mungkin mengurangi
adanya penundaan, gangguan, mengoordinasikan, menyingkronisasikan berbagai
bagian sebagai suatu keseluruhan, sedangkan menurut Jerry G. Gallack (dalam
Nanang Fattah, 2000), PERT membantu manajer dalam memecahkan masalah yang
bersifat realistis dan menjadi alat yang sangat penting dalam membuat
keputusan. PERT dapat digunakan hampir dalam segala kegiatan, mulai dari
memformulasikan rencana sampai pada evaluasi dari implementasi suatu rencana.
Sedangkan CPM merupakan suatu teknik perencanaan yang dipergunakan dalam proyek
mempunyai data biaya.
Sebagai
suatu teknik perencanaan, PERT dan CPM menggunakan prinsip pembentukan jaringan
kerja (network planning) yang
merupakan sebuah alat manajemen yang memungkinkan dapat lebih luas dan
lengkapnya perencanaan dan pengawasan proyek. Cara ini penting digunakan bagi
bidang teknik, produksi, administrasi, dan penelitian terutama yang tidak
merupakan rangkaian kegiatan rutin.
Salah
satu tujuan ingin yang dicapai dengan menggunakan jaringan kerja PERT adalah
untuk menentukan waktu dan membuat penjadwalan penyelesaian proyek. Untuk
menentukan jadwal ini terdapat 4 macam, yaitu:
1. Waktu tercepat, yaitu waktu yang paling
optimis diperkirakan semua berjalan baik sesuai dengan rencana (tanpa
hambatan).
2. Waktu terpanjang, yaitu waktu yang
paling pesismis, diperkirakan terdapat kekeliruan (hambatan).
3. Waktu yang paling mungkin, yaitu yang
ada diantara kedua ekstrem di atas waktu normal.
4. Waktu longgar (slacks), yaitu waktu penundaan suatu kegiatan.
Kesimpulan dari penjelasan di atas,
adalah bahwa teknik-teknik yang bisa digunakan dalam perncanaan pendidikan
antara lain; Diagram Batang (bar chart), Diagram Milestone (perincian kerja). Diagram
batang, dilakukan dengan membuat kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dan
penentuan waktu kegiatan, sedangkan diagram Milestone, perencana dapat
menjabarkan kegiatan yang besar menjadi kegiatan yang lebih terperinci. Model
PERT/ CPM, perencana selain mengidentifikasi berbagai kegiatan (activity), juga menentukan sumber daya,
seperti waktu, biaya, dan tenaga yang gunakan untuk pelaksanaan proyek.
C.
Penutup
Untuk
melakukan control dan evaluasi pada implementasi suatu kebijakan, terutama
kebijakan dibidang pendidikan, perlu dilakukan analisis dengan tujuan agar
kebijakan yang diterapkan betul-betul berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai. Namun dalam melakukan analisis seorang analis, haruslah menguasai dan
memahami berbagai teknik, metode ataupun model analisis sehingga analisis yang
dihasilkan terhindar dari subjektifitas, dengan demikian benar-benar objektif
hasil analisis yang dilakukan.
Adapun
teknik, metode atau model analisis antara lain, metode dasar, metode riset,
yang menggunakan pendekatan makro dan mikro, model rasional, model dasar,
sedangkan teknik analisis kebijakan, yaitu; teknik analisis dasar dan teknik
analisis data. Kemudian dalam perencanaan digunakan teknik diagram batang (bar chart), teknik diagram milestone (perincian kerja).
Teknik
diagram batang, dilakukan dengan membuat kegiatan-kegiatan yang akan
dilaksanakan dan penentuan waktu kegiatan, sedangkan diagram milestone,
perencana dapat menjabarkan kegiatan yang besar menjadi kegiatan yang lebih
terperinci. Model PERT/ CPM, perencana selain mengidentifikasi berbagai
kegiatan (activity), juga menentukan
sumber daya, seperti waktu, biaya, dan tenaga yang gunakan untuk pelaksanaan
proyek.
DAFTAR
PUSTAKA
Fattah , Nanang.
2013. Analisis Kebijakan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar