ANALISIS JUDUL TESIS MELALUI PENDEKATAN FILSAFAT
Oleh : Ilhamdi
A. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS MULTIKULTURAL
; Pengembangan Konsep Dan Aplikasi Pendidikan Agama Islam Di SMK Negeri 1
Sintang (Keyword : Pendidikan Islam, Pendidikan Multikultural, Pengembangan
Konsep dan Aplikasi dan Pendidikan Agama Islam)
B. Analisis Judul secara Filsafat
Ujud
|
Proses
|
Fungsi
|
Pengembangan Konsep
|
Aflikasi
|
Pendidikan Islam, Pendidikan Multikultural dan
Pendidikan Agama Islam
|
Unsur
|
Ciri
|
Sifat
|
Budaya, Adat istiadat, Suku, etnis, Ras, Aliran
(paham) , Bahasa dan Bangsa
|
Multikultural
|
Toleransi dan pengakuan terhadap Multikulturalisme
dalam kehidupan
|
C. Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara multikultural
terbesar di dunia. Kenyataan ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural
maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Keragaman ini diakui atau tidak
akan dapat menimbulkan berbagai persoalan, seperti korupsi, kolusi, nepotisme,
kemiskinan, kekerasan, konflik sosial, perusakan lingkungan, separatisme, dan
hilangnya rasa kemanusiaan untuk menghormati hak-hak orang lain, merupakan
bentuk nyata sebagai bagian dari multikulturalisme tersebut. Kalimantan Barat
merupakan salah satu provinsi yang terletak di pulau Kalimantan, memiliki
penduduk yang sangat heterogen dengan berbagai corak warna budaya. Pernah
mengalami berbagai konflik sosial dan perselisihan yang diakibatkan oleh adanya
perbedaan baik dari segi suku, budaya adat istiadat, etnik, bahasa, agama dan
berbagai macam keragaman lainnya. Berangkat dari sejarah kelam tersebutlah maka
penulis mencoba untuk memberikan satu solusi alternatif dalam menghadapi
berbagai permasalahan akibat konflik yang pernah terjadi. Jika selama ini
pendidikan agama Islam yang diajarkan masih bersifat statis (kaku) dan bersifat
Monokultur baik materi dan kurikulumnya, dengan mengabaikan keunikan dan
pluralitas, memasung pertumbuhan pribadi yang kritis dan kreatif dimana materi yang diajarkan selama ini lebih
disibukkan oleh urusan kalangan sendiri (individual
affairs) dalam bentuk al-ahwal
al-syakhsiyyah (individual morality)
dan kurang peduli pada isu-isu umum dalam bentuk al-ahwal al-ammah (public
morality).[1] Pola pendidikan agama Islam semacam inilah
yang dalam perkembangannya cenderung didasarkan kepada semangat kelompok. Ada
beberapa bentuk keberagamaan yang berdasarkan kepada semangat kelompok yaitu
parokialisme, sektarianisme, ghettoisme, tribalisme, fasisme dan ekslusivisme.[2]
Sedangkan pendidikan Islam berbasis Multikultural
menawarkan satu alternatif melalui pengembangan konsep dan aplikasi pendidikan agama
Islam yang meliputi; 1. Melakukan semacam pergeseran titik perhatian dari agama
ke religositas, 2. Memasukkan kemajemukan, 3. Menekankan pada pembentukan sikap
berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat, khususnya yang ada
pada siswa seperti keragaman etnis, budaya, bahasa, agama, status sosial,
gender, kemampuan, umur, dan lain sebagainya. Sedangkan dalam pengajaran materi Pendidikan agama
Islam tidak bersifat statis(kaku) dan monokultur yang meliputi; 1. Bukan hanya
ilmu-ilmu keislaman klasik akan tetapi pendekatan keilmuan sosial keagamaan yan
berkembang saat ini juga penting diperkenalkan (diajarkan), 2. Tidak bersifat
doktrinal, melainkan perlu dikedepankan uraian dimensi historis dari
doktrin-doktirn keagamaan tersebut, 3. Tidak hanya bertumpu kepada tekstual
tapi perlu juga secara konstekstual dengan memerlukan ilmu-ilmu bantu yang
diambil dari disiplin psikologi, sejarah, filsafat, sosiologi, ekonomi, politik
dan ilmu-ilmu, untuk menjelaskan hakikat, visi dan misi agama Islam yang
fundamental, 4. Dalam materi pembelajaran PAI tidak hanya harus bermuatan ilmu
kalam akan tetapi ilmu tasawuf juga harus disampaikan, 5. Pembentukan
keshalihan sosial bukan hanya keshalihan individual semata.[3]
Akar
kata multikulturalisme adalah kebudayaan, secara etimologis multikulturalisme
dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme (aliran atau
paham). Karena itulah yang terpenting
dalam pendidikan agama Islam berbasis Multikultural adalah seorang guru tidak
hanya dituntut untuk menguasai dan mampu secara profesional mengajarkan mata
pelajaran yang diajarkan. Lebih dari itu, seorang pendidik juga harus mampu
menanamkan nilai-nilai inti dari pendidikan multikultural seperti demokrasi,
humanisme, dan pluralisme atau menanamkan nilai-nilai keberagamaan yang
inklusif pada siswa. Pada gilirannya, out-put yang dihasilkan dari sekolah
tidak hanya cakap sesuai dengan disiplin ilmu yang ditekuninya, tetapi juga
mampu menerapkan nilai-nilai keberagamaan dalam memahami dan menghargai
keberadaan para pemeluk agama dan kepercayaan lain.
1.
Kalimat Deduktif : “Seorang pendidik juga harus mampu
menanamkan nilai-nilai inti dari pendidikan Multikultural seperti demokrasi,
humanisme dan pluralisme atau menanamkan nilai-nilai keberagamaan yang inklusif
pada siswa.
2.
Kalimat induktif : “Melalui pendidikan agama Islam
berbasis Multikultural diharapkan out-put yang dihasilkan dari sekolah
tidak hanya cakap sesuai dengan disiplin ilmu yang ditekuninya, tetapi juga
mampu menerapkan nilai-nilai keberagamaan dalam memahami dan menghargai
keberadaan pemeluk agama dan kepercayaan lain melalui sikap toleransi.
3.
Pernyataan Deksripsi : “Indonesia adalah salah satu negara
multikultural terbesar di dunia. Kenyataan ini dapat dilihat dari kondisi
sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Keragaman ini
diakui atau tidak akan dapat menimbulkan berbagai persoalan, seperti korupsi,
kolusi, nepotisme, kemiskinan, kekerasan, konflik sosial, perusakan lingkungan,
separatisme, dan hilangnya rasa kemanusiaan untuk menghormati hak-hak orang
lain, merupakan bentuk nyata sebagai bagian dari multikulturalisme tersebut.
4.
Pernyataan Eksplanasi : “Akar kata multikulturalisme adalah
kebudayaan, secara etimologis multikulturalisme dibentuk dari kata multi
(banyak), kultur (budaya), dan isme (aliran atau paham). Karena itulah yang terpenting dalam pendidikan
agama Islam berbasis Multikultural adalah seorang guru tidak hanya dituntut
untuk menguasai dan mampu secara profesional mengajarkan mata pelajaran yang
diajarkan. Lebih dari itu, seorang pendidik juga harus mampu menanamkan
nilai-nilai inti dari pendidikan multikultural seperti demokrasi, humanisme,
dan pluralisme atau menanamkan nilai-nilai keberagamaan yang inklusif pada
siswa.
5.
Pernyataan Komparasi : “Jika selama ini pendidikan agama
Islam yang diajarkan masih bersifat statis (kaku) dan bersifat Monokultur baik
materi dan kurikulumnya, dengan mengabaikan keunikan dan pluralitas, memasung
pertumbuhan pribadi yang kritis dan kreatif
dimana materi yang diajarkan selama ini lebih disibukkan oleh urusan
kalangan sendiri (individual affairs)
dalam bentuk al-ahwal al-syakhsiyyah
(individual morality) dan kurang
peduli pada isu-isu umum dalam bentuk al-ahwal
al-ammah (public morality). Pola pendidikan agama Islam semacam inilah
yang dalam perkembangannya cenderung didasarkan kepada semangat kelompok. Ada
beberapa bentuk keberagamaan yang berdasarkan kepada semangat kelompok yaitu
parokialisme, sektarianisme, ghettoisme, tribalisme, fasisme dan
ekslusivisme. Sedangkan pendidikan Islam
berbasis Multikultural menawarkan satu alternatif melalui pengembangan konsep
dan aplikasi pendidikan agama Islam yang meliputi; 1. Melakukan semacam
pergeseran titik perhatian dari agama ke religositas, 2. Memasukkan
kemajemukan, 3. Menekankan pada pembentukan sikap berbasis pada pemanfaatan
keragaman yang ada di masyarakat, khususnya yang ada pada siswa seperti
keragaman etnis, budaya, bahasa, agama, status sosial, gender, kemampuan, umur,
dan lain sebagainya. Sedangkan dalam
pengajaran materi Pendidikan agama Islam tidak bersifat statis(kaku) dan
monokultur yang meliputi; 1. Bukan hanya ilmu-ilmu keislaman klasik akan tetapi
pendekatan keilmuan sosial keagamaan yan berkembang saat ini juga penting
diperkenalkan (diajarkan), 2. Tidak bersifat doktrinal, melainkan perlu
dikedepankan uraian dimensi historis dari doktrin-doktirn keagamaan tersebut,
3. Tidak hanya bertumpu kepada tekstual tapi perlu juga secara konstekstual
dengan memerlukan ilmu-ilmu bantu yang diambil dari disiplin psikologi,
sejarah, filsafat, sosiologi, ekonomi, politik dan ilmu-ilmu, untuk menjelaskan
hakikat, visi dan misi agama Islam yang fundamental, 4. Dalam materi pembelajaran
PAI tidak hanya harus bermuatan ilmu kalam akan tetapi ilmu tasawuf juga harus
disampaikan, 5. Pembentukan keshalihan sosial bukan hanya keshalihan individual
semata.
D. Dasar
Pemikiran
Adapun yang menjadi inspirasi penulis dalam mengambil
rancangan judul tesis ini dilatarbelakangi kondisi daerah asal penulis yaitu
Kabupaten Sintang Provinsi Kalimantan Barat di mana masyarakatnya sangat
heterogen dan majemuk. Kehidupan masyarakat yang plural-multikultural
tersebutlah menjadi salah satu faktor penyebab konflik sosial yang pernah
terjadi di bumi Kalimantan Barat (baca: konflik Sambas). Rasanya tidak
berlebihan rancangan judul tesis ini penulis angkat dikarenakan penulis
mempunyai semangat dan tekad bagaimana masyarakat yang sangat pulral dan
multikultural tersebut bisa dan mampu hidup berdampingan dan bersatu dalam
suasana damai dengan tidak melihat perbedaan.
[1] . M. Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas dan Historitas,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 140-142
[2] . Th. Sumartana, Pluralisme dan Dialog Antaragama dalam
Keadilan dan Kemajemukan, (Jakarta: Sinar Harapan, 1998), hal. 21.
[3] . M. Amin Abdullah, Pendidikan Agama Era
Multikultural-Multireligius, (Jakarta: PSAP, 2005), hal. 78-71.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar