KRITIK LITERATUR ATAU RESENSI BUKU
A. Pendahuluan
Hubungan
antara Barat Kristen dengan Timur Islam di dalam sejarah peradaban mengalami
pasang surut, mulai dari perang salib yang diprakarsai oleh Paus Urban,
ekspansi Kekhalifahan Ottoman (Turki Usmani) terhadap wilayah kekuasaan
Kristen, akses dari semua peristiwa sejarah tersebut menimbulkan luka dan
dendam politik yang terus mengkristal hingga berbentuk bola api yang
sewaktu-waktu akan dapat meledak. Setelah keruntuhan negara Uni Soviet, negara
super power yang terletak dibagian Eropa timur ini, juga sekaligus sebagai simbol negara komunisme,
yang selama beberapa dekade menjadi musuh Amerika cs (baca : Barat) sehingga
menyebabkan terjadinya perang dingin yang bisa menganggu stabilitas global.
Dengan keruntuhan komunisme tersebut maka para ilmuan Barat melakukan riset dan
analisa tentang kemunculan kekuatan baru (baca : Peradaban) yang bisa
menandingi bahkan mampu menghambat ambisi dan kepentingan barat untuk menjadi
penguasa tunggal di dunia. Hipotesa riset dan analisa ilmuan Barat menyimpulkan
bahwa kekuatan peradaban baru tersebut adalah negara-negara yang berpenduduk
mayoritas Islam. Diskusi-diskusi tentang 'ancaman Islam' atau 'bahaya Islam'
bermunculan di media massa. Para ilmuwan Barat sendiri berdebat keras tentang
wacana ini. Pada awal dekade 1990-an seorang ilmuwan politik dari Harvard,
Samuel P. Huntington, menjadi sangat terkenal dengan memopulerkan wacana "The
Clash of Civilizatioan" (Benturan Antarperadaban). Melalui bukunya, The
Clash of Civilization and the Remaking of World Order (1996), Huntington
mengarahkan Barat untuk memberikan perhatian khusus kepada Islam. Menurutnya,
di antara berbagai peradaban besar yang masih eksis hingga kini hanyalah Islam
yang berpotensi besar menggoncang peradaban Barat, sebagaimana dibuktikan dalam
sejarah.
B. Pembahasan Tulisan
ini hendak mencoba melakukan kritik literatur terhadap sebuah buku berjudul
The Clash of Civilization and the Remaking of World Order yang ditulis oleh
Samuel P. Huntington tahun 1996. Terjadinya peristiwa WTC 11 September 2001.
Lalu, menyusul kemudian serangan AS ke Afghanistan dan Irak. Proyek
besar-besaran AS untuk menjadikan agenda 'perang melawan terorisme' sebagai
agenda utama dalam politik internasional terbukti kemudian lebih diarahkan
untuk mengejar apa yang mereka sebut sebagai "teroris Islam", yang
mereka nilai membahayakan kepentingan Barat, dan AS khususnya. Perkembangan
politik internasional kemudian seperti bergerak menuju tesis benturan peradaban
yang dipopulerkan oleh Huntington. Dunia diseret untuk terbelah menjadi dua
kutub utama: Barat dan Islam. Barat dicitrakan sebagai pemburu teroris,
sedangkan Islam adalah teroris atau yang proteroris. Mengapa bisa demikian?. Seperti
dikatakan Huntington, harus dibedakan antara Islam militan dengan Islam secara
umum. Islam militan adalah ancaman nyata terhadap Barat. Ia mengatakan,
"... tetapi Islam militan merupakan ancaman nyata bagi Barat melalui para
teroris dan negara-negara bajingan (rouge state) yang sedang berusaha
mengembangkan persenjataan nuklir, serta cara-cara lainnya." Dalam
tulisannya di majalah Newsweek Special Davos Edition (2001) yang
berjudul "The Age of Muslim Wars", Huntington mencatat:
"Terjadinya kemungkinan 'benturan peradaban' kini telah hadir. Konflik dan
benturan terjadi antara Barat dan Islam, lalu Ia juga menegaskan, "Politik
global masa kini adalah zaman perang terhadap Muslim." Ia menekankan bahwa
konflik antara Islam dan Kristen--baik Kristen Ortodoks maupun Kristen
Barat--adalah konflik yang sebenarnya. Adapun konflik antara Kapitalis dan
Marxis hanyalah konflik yang sesaat dan bersifat dangkal. (Samuel P.
Huntington, The Clash of Civilization and the Remaking of World Order (New
Tork: Touchtone Books, 1996], hlm. 209). Huntington mengajukan tesis dalam kalimat sangat tegas : ”Menurut
Hipotesis saya,” katanya, “sumber utama konflik dunia baru tidak lagi ideologi
atau ekonomi, tetapi budaya. Budaya akan memilah-milah manusia dan menjadi
sumber konflik dominan. Negara-negara akan tetap menjadi aktor paling kuat
dalam percaturan dunia, tetapi konflik politik global yang paling prinsipil
akan terjadi antara bangsa-bangsa dan kelompok-kelompok karena perbedaan
peradaban mereka. Benturan peradaban akan mendominasi politik global.” Secara
lebih luas, Huntington mendasarkan pemikirannya – paling tidak – pada
enam alasan yang dijadikannya sebagai premis dasar untuk menjelaskan mengapa
politik dunia ke depan akan sangat dipengaruhi oleh benturan antar
peradaban. Pertama, perbedaan peradaban tidak hanya nyata, tetapi
sangat mendasar. Selama berabad-abad perbedaan antarperadaban telah menimbulkan
konflik paling keras dan paling lama. Kedua, dunia ini sudah
semakin menyempit sehingga interaksi antara orang yang berbeda peradaban
semakin meningkat. Ketiga, proses modernisasi ekonomi dan perubahan
sosial diseluruh dunia telah mengakibatkan tercerabutnya masyarakat dari
akar-akar identitas-identitas lokal yang telah berlangsung lama. Kecenderungan
ini menyisakan ruang kosong yang kemudian diisi oleh identitas agama,
seringkali dalam gerakan berlabelkan “fundamentalisme”. Keempat, dominasi
peran Barat menimbulkan reaksi de-westernisasi di dunia non-Barat. Kelima,
perbedaan budaya kurang bisa menyatukan, dibanding perbedaan politik dan
ekonomi. Kelima, kesadaran peradaban bukan reason d’etre utama
terbentuknya regionalisme politik atau ekonomi (Huntington, 2009:ix-x). Dari premis-premis itu, sebelum
sampai pada kesimpulan bahwa dari fakta-fakta di atas secara otomatis akan
menciptakan jurang perbedaan di antara
peradaban-peradaban, Huntington melakukan dua hal; pertama,
memetakan muara kultural, kecenderungan dan dinamika internal
peradaban-peradaban, yaitu : Barat, Cina/Konfusius, Jepang, Islam, Hindu,
Slavik/Ortodoks, Amerika Latin, dan Afrika. Premis di atas berimplikasi pada
semakin lebarnya perbedaan antar peradaban yang akan semakin menyulitkan
kompromi antar peradaban itu untuk sampai pada saling pengertian. Maka,
ujung-ujungnya akan terjadi benturan antar peradaban. Namun pertanyaan
kemudian, peradaban mana, vis a vis mana yang nantinya akan
saling berbenturan? Ia menjawab pertanyan ini pada langkah kedua,
meramalkan bahwa potensi konflik yang akan mendominasi dunia masa mendatang
bukan diantara kedelapan peradaban tersebut, tetapi antar Barat dan peradaban
lainnya. Sedangkan potensi konflik paling besar terjadi adalah antara Barat dan
koalisi Islam-Konfusius (Huntington, 2009:x). Selanjutnya
, Huntington menguraikan beberapa faktor yang telah dan akan meningkatkan
panasnya konflik antara Islam dan Barat. Di antaranya ialah sebagai berikut. Pertama,
pertumbuhan penduduk Muslim yang cepat telah memunculkan pengangguran dalam
jumlah besar, sehingga menimbulkan ketidakpuasan di kalangan kaum muda Muslim. Kedua,
kebangkitan Islam (Islamic resurgence) telah memberikan keyakinan baru
kepada kaum Muslim akan keistimewaan dan ketinggian nilai dan peradaban Islam
dibandingkan nilai dan peradaban Barat. Ketiga, secara bersamaan, Barat
berusaha mengglobalkan nilai dan institusinya, untuk menjaga superioritas
militer dan ekonominya, dan turut campur dalam konflik di dunia Muslim. Hal ini
telah memicu kemarahan di antara kaum Muslim. Keempat, runtuhnya
komunisme telah menggeser musuh bersama di antara Islam dan Barat, dan keduanya
merasa sebagai ancaman utama bagi yang lain. Kelima, meningkatnya
interaksi antara Muslim dan Barat telah mendorong perasaan baru pada tiap-tiap
pihak akan identitas mereka sendiri, dan bahwa mereka berbeda dengan yang lain.
(Huntington, The Clash of Civilization, hlm. 211-212).
C. Kesimpulan Dalam
bukunya Huntington menuliskan rasa kekhawatiran dan ketakutannya yang
berlebihan terhadap Islam, dalam penjelasannya yang sarat dengan indikasi
muatan politis dan provokatif sehingga menurut penulis, beliau mengidap
penyakit paranoid islamphobia. Dari buku yang diterbitkannya menjadi referensi
utama bagi kebijakan politik Amerika (Barat) dalam menghegemoni negara-negara
Timur (baca : Islam). Tidak hanya itu,
Islam semakin tersudut dengan berbagai cap yang dilontarkan Amerika (Barat)
terhadap Islam, mulai dari cap fundamentalis sampai teroris. Tentunya berbagai
cap itu terselubung kepentingan tingkat tinggi (high interest) untuk
membuat semakin terpojoknya Islam sehingga mudah untuk dijinakkan, lagi-lagi demi
kepentingan globalnya. Di sini tampak bahwa ancaman Islam secara fisik telah
dimitoskan oleh para ilmuwan garis keras, seperti Huntington, sehingga gejala
paranoid terhadap Islam dan kaum Muslimin tampak dalam berbagai kebijakan
negara-negara Barat. Sikap islamofobia merebak dengan mudah di kalangan
masyarakat Barat, pasca peristiwa 11 September 2001 hingga saat ini.
D. Daftar Pustaka
Ismail, M.
Sadat, Benturan AntarPeradaban dan Masa
Depan Politik Dunia (The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order
By. Samuel P. Huntington). Jakarta : Qalam, 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar