“Pendidik
Dan Tenaga Kependidikan Berprestasi Dan Berdedikasi Yang Profesional Dan
Bermartabat Siap Membumilandaskan Revolusi Mental Bagi Peserta Didik Dalam
Menyiapkan Generasi Emas 2045; Desain Program Peningkatan
Mutu Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 2 Sintang Kabupaten Sintang
Provinsi Kalimantan Barat
A. RASIONAL
Bangsa
atau Negara yang besar dan maju adalah bangsa yang sangat fokus memperhatikan
pendidikan, karena melalui pendidikan itulah maka akan dapat mengantarkan
kemajuan, kemakmuran dan kesejahteraan suatu bangsa atau pun Negara. Oleh
karena itu sebuah bangsa atau Negara, tentu membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM)
yang handal. Karena dengan hal tersebut, proses pembangunan yang dilakukan bangsa
atau Negara tak hanya berjalan, akan tetapi juga berkembang. Terdapat korelasi
yang sangat kuat antara pengembangan SDM dengan pembangunan Negara. Kualitas
SDM yang baik, akan membuat Negara semakin baik. Demikian pula sebaliknya.
Berangkat
dari kualitas SDM Indonesia yang hingga memasuki awal abad 21 masih dalam taraf
yang sangat rendah, berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkannya. Sebagaimana
diketahui, berdasarkan data terakhir dalam HDI (Human Development Index),
Indonesia masih menduduki peringkat 121 dunia dari sekitar 186 negara.
Indonesia masih di bawah Negara seperti Suriname, Samoa atau Sri lanka.[1]
Meskipun
demikian, optimisme tetap dibangun. Kemendikbud telah merancang sebuah grand
design yang mencanangkan terwujudnya masa kebangkitan Indonesia yang
disebut dengan Generasi Emas 2045. Dalam proyek tersebut, dicanangkan bahwa
Indonesia yang kini terpuruk diharapkan mampu melejit menjadi bagian dari
delapan Negara terbesar di jagad raya.[2]
Adapun yang ada dalam grand design itu antara lain:
1. Pendidikan
anak usia dini digencarkan, kualitasnya ditingkatkan dan pendidikan dasar
merata serta berkualitas.
2. Selain itu, pembangunan sekolah/ruang kelas
baru dan rehabilitasi bangunan tempat kegiatan belajar mengajar yang sudah tak
layak akan dilakukan secara besar-besaran.
3. Pada aspek pelajarnya, Pemerintah akan
mengupayakan intervensi khusus untuk meningkatkan angka partisipasi kasar (APK)
siswa SMA/sederajat. Pak Nuh menambahkan bahwa melalui upaya percepatan ini
diharapkan APK SMA/sederajat dapat mencapai 97 persen pada 2020. Sementara bila
tanpa intervensi persentase APK yang sedemikian diperkirakan baru tercapai pada
2040.
4. Di sisi lain peningkatan APK perguruan tinggi
juga dilakukan dengan meningkatkan akses, dan memastikan keterjangkauan, serta memastikan
ketersediaan.
5. Dan lain-lain, yang tentunya lebih banyak lagi.[3]
Sikap optimisme yang
dibangun oleh Mendikbud kala itu tentulah memiliki dasar yang kuat, adapun yang
mendasarinya yaitu bangsa Indonesia mendapatkan bonus demografi, dimana jumlah
penduduk usia produktif paling tinggi di antara usia anak-anak dan orang tua.[4] Periode
bonus demografi Indonesia yang ditandai dengan usia produktif sebagaimana data
yang dilangsir oleh Badan Pusat Statistik tahun 2011, bahwa jumlah penduduk
Indonesia yang berusia muda lebih banyak jumlahnya dari pada penduduk yang
berusia tua. Dalam data itu terlihat, bagaimana jumlah anak kelompok usia 0-9
tahun sebanyak 45,93 juta jiwa, sedangkan anak usia 10-19 tahun berjumlah 43,55
juta jiwa pada tahun 2010. Penduduk Indonesia yang berusia 0-9 tahun akan 35-45
tahun, sedangkan yang usia 10-20 maka akan berusia 45-54 tahun nanti pada saat
tahun 2045 yang akan datang.[5]
Islam merupakan salah satu agama
samawi yang dibawa oleh Muhammad saw untuk disampaikan dan diajarkan kepada
seluruh umat manusia. Dalam doktrin ajaran Islam yang syamil (komprehensif) menjelaskan semua aspek baik yang berhubungan
dengan kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat atau pun segala sesuatu yang
akan dikerjakan oleh manusia untuk jangka pendek, menengah, dan jangka panjang.
Untuk melakukan pekerjaan harus terencana, terukur dan terarah, sebagai
pengejewantahan nilai-nilai Islam.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa
sesuatu yang akan dikerjakan haruslah terprogram tidak boleh asal-asalan. Oleh
sebab itu Islam memberikan tatanan “nilai pengelolaan” mulai dari urusan yang
terkecil sampai yang terbesar, mulai dari mengurus diri sendiri (keluarga)
hingga mengurus masyarakat, mulai dari mengurus kehidupan berumah tangga sampai
dengan mengurus negara dalam bingkai sebuah manajemen agar tujuan yang hendak
dicapai melalui visi dan misi bisa diraih dan bisa selesai secara efisien dan
efektif.
Tujuan pertama reformasi pendidikan
adalah membangun suatu sistem pendidikan nasional yang lebih baik, lebih
mantap, dan lebih maju dengan mengoptimalkan dan memberdayakan semua potensi
dan partisipasi masyarakat. Sebab pendidikan merupakan struktur pokok yang
memberikan fasilitas bagi warga masyarakat untuk bisa menentukan barang dan
jasa apa yang diperlukan.[6] Bahkan secara makro, pendidikan merupakan
“jantung” sekaligus “tulang punggung” masa depan bangsa dan negara,[7] bahkan keberhasilan suatu bangsa sangat
ditentukan oleh keberhasilan dalam memperbaiki dan memperbarui sektor
pendidikan.[8]
Adapun di sisi yang lain, sistem
pendidikan Islam merupakan suatu kawah candradimuka pembentuk manusia sempurna
sebagai fondasi awal dalam pembangunan peradaban madani,[9] dan mewujudkan rahmat bagi seluruh umat
manusia.[10] Dengan demikian, pendidikan tersebut
dilakukan manusia dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan taraf hidupnya,
melalui proses pendidikan diharapkan manusia menjadi cerdas atau memiliki
kemampuan, yang biasa dikenal dengan istilah skill dalam menjalani kehidupannya.[11]
Problema pendidikan yang dihadapi
oleh bangsa Indonesia saat ini, tanpa terkecuali pendidikan Islam dan
pendidikan agama Islam di antaranya adalah: 1) masih rendahnya pemerataan
memperoleh pendidikan, 2) masih rendahnya mutu dan relevansi pendidikan; 3) masih
lemahnya manajemen pendidikan, di samping belum terwujudnya keunggulan ilmu
pengetahuan dan teknologi di kalangan akademisi dan kemandirian.
Berbagai usaha telah dilakukan untuk
mengatasi masalah pendidikan lebih khusus pendidikan Islam, misalnya penggantian
kurikulum nasional dan lokal dari kurikulum 2006 atau yang lebih dikenal dengan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi kurikulum 2013, namun dengan
melalui penggantian kurikulum ini bukannya menyelesaikan permasalahan
pendidikan tapi justru malah menambah permasalahan baru dalam pendidikan di
negeri ini.
Usaha selanjutnya dalam mengatasi
problema pendidikan yaitu peningkatan kompetensi dan konvensasi guru melalui
pelatihan dan sertifikasi, pengadaan buku dan alat pelajaran, pengadaan dan
perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu manajemen
sekolah. Terlebih dalam pengelolaan pendidikan Islam yang merupakan salah satu
segi penopang kehidupan yang urgen untuk membangun peradaban dan menjadikan
manusia yang lebih baik dan berkarakter serta penuh dengan “keridhaan” Tuhan.
Pengelolaan pendidikan Islam dan pendidikan agama Islam yang profesional dan
bermutu bukan merupakan hal yang mudah bagi seorang pendidik atau lembaga
pendidikan di negeri ini.
Dunia pendidikan Islam dan
pendidikan Agama Islam merupakan tempat yang penuh dengan liku-liku
permasalahan yang secara subtansial bisa dikatakan sebagai cawah candradimuka
pemeras waktu, tenaga, biaya dan pikiran dalam membentuk manusia yang
paripurna. Oleh sebab itu, yang paling inti di dalamnya adalah pola manajemen
pengembangan kelembagaan dan kependidikan yang akan menjadi barometer
keberhasilan pendidikan Islam itu sendiri dalam peningkatan mutunya.[12]
Namun demikian, berbagai indikator
mutu pendidikan Islam dan pendidikan agama Islam belum menunjukan peningkatan
yang berarti. Sebagian mutu pendidikan Islam dan pendidikan agama Islam di
negeri ini, terutama di pulau Jawa, menunjukan peningkatan mutu pendidikan yang
cukup signifikan dan menggembirakan, namun sebagian mutu pendidikan Islam
lainnya yang berada di Kalimantan, Sulawesi, dan Papua serta daerah lainnya
masih memprihatinkan. Secara fungsional, pendidikan Islam pada dasarnya
ditujukan untuk memelihara dan mengembangkan manusia seutuhnya (insan kamil)
yakni manusia berkualitas sesuai dengan pandangan Islam.[13]
Mengkaji dan mengembangkan
pendidikan Islam dan pendidikan agama Islam untuk melahirkan manusia-manusia unggul (insan kamil) dengan berpegang
teguh kepada al-Qur’an dan Sunnah (selain nalar juga wahyu)[14] merupakan suatu bentuk
kemutlakan pada ranah teoritis-normatif maupun aplikatif-normatif. Artinya,
al-Qur’an dan Sunnah merupakan nilai normatif yang “harus” dijadikan sebagai
kerangka yang bermuara pada pandangan hidup, sikap hidup, dan tujuan hidup (way of life) yang semuanya harus bernapaskan Islam dan dijiwai oleh ajaran-ajaran yang
bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah.
Berangkat dari
rasional di atas sebagai ikhtiar untuk membumilandaskan revolusi mental peserta
didik dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam, maka penulis melakukan
pemetaan kegiatan dalam sebuah rancangan program peningkatan mutu yang
dituangkan dalam karya tulis ilmiah yang berjudul “Pendidik
Dan Tenaga Kependidikan Berprestasi Dan Berdedikasi Yang Profesional Dan
Bermartabat Siap Membumilandaskan Revolusi Mental Bagi Peserta Didik Dalam
Menyiapkan Generasi Emas 2045; Desain
Peningkatan Mutu Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 2 Sintang Kabupaten
Sintang”.
Adapun yang menjadi
fokus pembahasan dalam karya tulis ilmiah ini ialah (1) pengertian pendidikan Islam dan ruang lingkupnya, (2) pengertian
pendidikan agama Islam, (3) kondisi
obyektif pendidikan Islam dewasa ini, (4) revolusi
mental peserta didik melalui pendidikan agama Islam menuju generasi emas 2045,
(5) manajemen mutu
dalam pendidikan Islam, (6) tantangan peningkatan mutu pendidikan agama
Islam di SMPN 2 Sintang, (7) desain program peningkatan mutu pendidikan agama
Islam di SMPN 2 Sintang.
B.
TUJUAN dan MANFAAT
Adapun yang menjadi tujuan
dari penulisan karya ilmiah ini adalah; (1) sebagai salah satu persyaratan
untuk mengikuti pemilihan guru berprestasi dan berdedikasi tahun 2015, (2) untuk
mengoptimalisasikan implementasi revolusi mental melalui usaha peningkatan mutu
pendidikan agama Islam melalui desain program. Sedangkan manfaatnya secara
praktis diharapkan dapat memberikan perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan
agama Islam di SMPN 2 Sintang.
C. PEMBAHASAN
1.
Pengertian Pendidikan Islam
Muhammad Hamid An-Nashir dan Qullah
Abdul Qadir Darwis mendefinisikan pendidikan Islam sebagai proses pengarahan
perkembangan manusia pada sisi jasmani, akal, bahasa, tingkah laku, dan
kehidupan sosial keagamaan yang diarahkan pada kebaikan menuju kesempurnaan.[15] Sementara itu Omar Muhammad At-Taumi
Asy-Syaibani sebagaimana dikutip oleh M. Arifin, menyatakan bahwa pendidikan
Islam adalah usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadi atau
kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan di alam sekitarnya.[16] Sedangkan menurut Achmadi yang dimaksud
dengan pendidikan Islam adalah segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan
fitrah manusia serta sumber daya yang ada padanya menuju terbentuknya manusia
seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam.[17]
Pendidikan Islam dalam wacana umum
merujuk pada tiga pengertian yang merupakan satu kesatuan, yaitu : Pertama, pendidikan menurut Islam atau
pendidikan Islami, yakni pendidikan yang dipahami dan dikembangkan dari ajaran
dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu
al-Qur’an dan as-Sunnah. Dalam pengertian ini, pendidikan Islam dapat berwujud
pemikiran dan teori pendidikan yang mendasarkan diri atau dikembangkan dari
sumber-sumber dasar tersebut.
Kedua, pendidikan
keislaman atau pendidikan agama Islam yakni upaya pendidikan agama Islam atau
ajaran Islam dan nilai-nilainya agar menjadi pandangan dan sikap hidup
seseorang. Dalam pengertian yang kedua ini pendidikan Islam dapat berujud: (a)
segenap kegiatan yang dilakukan seseorang atau suatu lembaga tertentu untuk
membantu seseorang atau sekelompok peserta didik dalam menanamkan dan
menumbuhkembangkan ajaran Islam dan nilai-nilainya, (b) segenap fenomena atau
peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah
tertanamnya dan tumbuhkembangnya ajaran Islam dan nilai-nilainya pada salah
satu atau beberapa pihak.
Ketiga, pendidikan
dalam Islam atau proses dan praktik penyelenggaraan pendidikan yang berlangsung
dan berkembang dalam sejarah umat Islam, baik Islam sebagai agama, ajaran,
maupun sistem budaya dan peradaban sejak zaman nabi Muhammad saw sampai
sekarang. Jadi dalam pengertian ini istilah pendidikan Islam dapat dipahami
sebagai pembudayaan dan warisan ajaran agama, budaya, dan peradaban umat Islam
dari generasi ke generasi sepanjang sejarahnya.[18] Walaupun istilah pendidikan Islam dapat dipahami
dengan cara yang berbeda, namun pada hakikatnya merupakan satu kesatuan dan
mewujud secara operasional dalam satu sistem yang utuh.
2. Pengertian
Pendidikan Agama Islam
Pengertian pendidikan
agama Islam dalam Garis-Garis Besar Pengajaran dinyatakan bahwa:
"Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar
untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, bimbingan pengajaran atau latihan dengan
memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam lingkungan antar umat
beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional".[19]
Adapun pengertian pendidikan agama Islam menurut para ahli, diantaranya,
adalah:
a)
Marimba,
menyatakan bahwa: "Pendidikan agama adalah bimbingan jasmani rohani berdasarkan
hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menuju ukuran
Islam".[20]
b)
Zuhairani dkk,
mendefinisikan “Pendidikan agama Islam adalah usaha secara sistematis dalam
membentuk anak didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam”.[21]
c)
Menurut M.
Arifin, pendidikan agama Islam adalah ”usaha-usaha secara sadar untuk
menanamkan cita-cita keagamaan yang mempunyai nilai-nlai lebih tinggi daripada
pendidikan lainnya karena hal tersebut menyangkut soal iman dan keyakinan”.[22]
d)
Menurut
Abdurrahman An Nahlawi, pendidikan agama Islam adalah “merealisasikan
penghambaan kepada Allah dalam kehidupan manusia baik secara individu maupun
secara sosial”.[23]
Dari definisi di atas
dapatlah penulis pahami, bahwa yang
dimaksud dengan pendidikan agama Islam adalah suatu usaha yang dilakukan secara
sadar dan sistematis yang diberikan melalui bimbingan kepada siswa baik secara
jasmani maupun rohani berdasarkan ajaran agama Islam, bertujuan untuk
menyiapkan siswa agar mampu memahami, terampil melakukan dan konsisten dalam
mengamalkan ajaran agama Islam dikehidupan sehari-hari. Sehingga dengan
demikian seluruh aspek kehidupan siswa akan sesuai dengan tuntunan agama Islam.
3.
Kondisi Obyektif Pendidikan Islam Dewasa ini
Indonesia merupakan negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia. Pada
dekade 1990an, Indonesia pernah disebut-sebut sebagai sebuah negara yang akan
memunculkan kembali kejayaan Islam. Hal ini bukan tidak mendasar, karena
menurut beberapa penelitian yang mengangkat fenomena islamisasi di kawasan ini
sangat akseleratif bahkan berimbas pada skala makro yaitu di Asia Tenggara.[24] Sayangnya yang dirasakan sampai sekarang
adalah bahwa pendidikan Islam baik secara kelembagaan, proses, input maupun
outputnya belum menunjukan data yang sangat menggembirakan.
Pada ranah institusional, banyak ditemui lembaga pendidikan Islam yang
secara fisik belum memadai atau layak secara standar kualitas sarana dan
prasarana. Walupun dalam penyelenggaraannya diiringi motif dakwah dan penanaman
ajaran Islam, namun masih jauh dari mutu standar penyelenggaraan pendidikan
yang berkualitas. Jika dilihat dari prespektif manajemen, maka pengelolaannya
masih sangat konvensional. Implikasinya adalah kualitas output yang
ditelurkannya kurang atau bahkan jauh dari standar mutu pendidikan global.
Walupun pada tataran riil ada produk lembaga pendidikan Islam yang mungkin
melebihi kualitas sekolah umum, tetapi data ini belum representatif untuk
mewakili komunitas lembaga pendidikan Islam secara keseluruhan.
Berdasarkan data Human Development
Indexs Report 1999, melaporkan bahwa pembangunan pendidikan Islam di
Indonesia masih tertinggal dari negara-negara lain. Bahkan dibandingkan dengan
negara-negara di Asia Tenggara, kita berada diurutan 105, jauh di bawah
Singapura (22), Brunai (25), Malaysia (56), Thailand (67), dan Srilanka (90).[25] Sedangkan penelitian tahun 2000, peringkat
mutu pendidikan Indonesia menurun menjadi urutan ke-109.[26] Hasil penelitian PBB (UNDP) tahun 2000
menunjukan bahwa kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia menduduki urutan
ke-109 dari 174 negara yang diteliti.[27] Bahkan pada tahun 2009, Indonesia pun masih
menduduki urutan ke-111 dari 182 negara, atau sangat jauh dibandingkan dengan
negara tetangga.[28]
Dari deskripsi tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan di Indonesia
yang berpenduduk mayoritas beragama Islam tertinggal jauh dibanding negara yang
lainnya. Tentunya di dalamnya termasuk pula pendidikan Islam di Indonesia. Hal
ini perlu mendapatkan perhatian serius pada lembaga pendidikan Islam formal,
maupun non formal untuk memainkan peran signifikan pada arah pengelolaannya.
Artinya diperlukan manajemen yang bermutu dalam pengembangan lembaga pendidikan
Islam yang profesional sebagai jawaban atas problematika tersebut lebih-lebih
dalam konteks otonomi pendidikan dewasa ini.
4. Revolusi Mental Peserta Didik Melalui PAI Menuju
Generasi Emas 2045
Secara terminologi ada dua kata yang
memerlukan penjelasan secara eksplisit yaitu revolusi dan mental. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, revolusi adalah perubahan yang cukup mendasar dalam
suatu bidang. Sedangkan mental adalah bersangkutan dengan batin dan watak
manusia, yang bukan bersifat badan dan tenaga. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa revolusi mental adalah kondisi yang berhubungan dengan
keadaan kejiwaan, roh, spiritual dan nilai-nilai (vested interest) yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang
dalam sebuah ruang lingkup kecil atau bahkan sebuah Negara.
Adapun dalam prespektif Islam kata
revolusi mental memiliki sinonim dengan istilah akhlak. Menurut Ibrahim Anis,
“Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah
macama-macam perbuatan baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikirian dan
pertimbangan”.[29]
Pendidikan memiliki peran yang
sangat strategis bagi usaha untuk melakukan revolusi mental warga Negara
Indonesia. Karena dalam tujuan pendidikan nasional sebagaimana dijelaskan dalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal I
menyatakan bahwa;
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.[30]
Adapun tujuan dari pendidikan agama Islam sebagaimana dijelaskan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 dinyatakan bahwa “Pendidikan agama bertujuan untuk berkembangnya kemampuan peserta didik
dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan
penguasaannya dalam ilmu, teknologi, dan seni”.
Revolusi mental peserta didik melalui pendidikan agama Islam dapat
dilakukan melalui kegiatan belajar mengajar baik intra maupun ekstra.[31]
Oleh karena itu guru PAI harus terus berupaya melakukan perubahan paradigma
dalam melakukan proses pembelajaran PAI. Adapun revolusi mental peserta didik
melalui PAI ini antara lain;
a) Meningkatnya kecerdasan intelektual,
kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual dan kecerdasan leadership.
b) Memiliki ghirah
(kemauan) yang kuat untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan keislaman.
c) Berupaya menghindari dan meninggalkan
pergaulan bebas dan perilaku tercela.
d) Memiliki akhlak mulia atau berkepribadian
Islami.
e) Berupaya menjaga kebersihan dan kesucian diri
dan lingkungan dari hal-hal yang kotor dan najis.
f) Rajin membantu orangtua dan memiliki
kepedulian sosial yang tinggi.
g) Taat melaksanakan ibadah wajib dan ibadah
sunnah.
Revolusi mental peserta didik melalui PAI, tentunya haruslah
mendapatkan dukungan penuh dari Pemerintah melalui penambahan alokasi waktu
sebagaimana yang tertuang pada Kurikulum 2013 dari 2 jam pelajaran menjadi 3
jam pelajaran. Kemudian dari kepala sekolah, guru mata pelajaran lainnya,
komite dan yang tidak kalah pentingnya adalah peserta didik itu sendiri. Dengan
demikian apa yang telah dicanangkan oleh Pemerintah tentang revolusi mental
menuju generasi emas 2045 akan teralisasi dengan baik.
5.
Manajemen Mutu Dalam Pendidikan Islam
Menurut kamus ilmiah populer
manajemen mempunyai arti pengelolaan usaha, kepengurusan, ketatalaksanaan
penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran yang diinginkan.[32] Secara etimologis, kata manajemen berasal
dari kata managio yang berarti
pengurusan atau managiare yaitu
melatih dalam mengatur langkah-langkah, atau dapat juga berarti getting done through other people.
Ada juga yang berpandangan lain
bahwa dari sudut istilah, manajemen berasal dari manage. Kata ini, berasal dari
Italia; managgiare yang secara harfiah
berarti menangani atau melatih kuda, secara maknawi berarti memimpin,
membimbing, atau mengatur. Sehingga dari asal kata ini, manajemen dapat
diartikan sebagai pengurusan, pengendalian, memimpin atau membimbing.[33]
Menurut para ahli manajemen
adalah proses mendayagunakan orang atau sumber lainnya untuk mencapai tujuan
organisasi secara efektif dan efisien.[34] Nanang Fattah memberikan batasan tentang
istilah manajemen bahwa manajemen merupakan proses merencana, mengorganisasi,
memimpin, dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan
organisasi tercapai secara efektif dan efisien.[35]
Sementara itu menurut Malayu
Hasibuan memberikan definisi bahwa manajemen sebagai ilmu dan seni mengatur
proses pemanfaatan sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan tertentu.[36] Oemar Hamalik memberikan batasan definisi
manajemen sebagai suatu proses sosial yang berkenaan dengan keseluruhan usaha
manusia dengan bantuan manusia lainnya serta sumber-sumber lain, menggunakan
metode yang efisien dan efektif untuk mencapai tujuan yang ditentukan
sebelumnya.[37]
Dari berbagai definisi-definisi
diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen adalah ilmu atau seni yang
mengatur tentang proses pendayagunaan sumber daya manusia maupun sumber-sumber
lainnya yang mendukung pencapaian tujuan secara efektif dan efisien. Dari
pengertian ini dapat diangkat suatu bentuk pemahaman bahwa dalam manajemen ada
sebuah proses yang merupakan bentuk kemampuan atau keterampilan memperoleh
hasil dalam rangka mencapai tujuan melalui kegiatan-kegiatan organisasi. Proses
ini meliputi tahapan awal berupa perencanaan (planning), mengorganisasi (organizing),
memimpin (guiding) dan mengendalikan
(controlling) sampai pada pencapaian
tujuan.
Selanjutnya yang berkaitan dengan
mutu dalam dunia manajemen, mutu mempunyai arti kualitas, derajat, tingkat.[38] Dalam bahasa Inggris, mutu diistilahkan
dengan “quality”.[39] Sedangkan dalam bahasa Arab disebut dengan
istilah “juudah”.[40] Secara terminologi istilah mutu memiliki pengertian yang cukup beragam,
mengandung banyak tafsir dan pertentangan. Hal ini disebabkan karena tidak ada
ukuran yang baku tentang mutu itu sendiri. Sehingga sulit kiranya untuk
mendapatkan sebuah jawaban yang sama, apakah sesuatu itu bermutu atau tidak.
Namun demikian ada kriteria umum
yang telah disepakati bahwa sesuatu itu dikatakan bermutu, pasti ketika
bernilai baik atau mengandung makna yang baik. Secara esensial istilah mutu
menunjukan kepada sesuatu ukuran penilaian atau penghargaan yang diberikan atau
dikenakan kepada barang dan atau kinerjanya.[41] Menurut B. Suryobroto,
konsep mutu mengandung pengertian makna derajat keunggulan suatu produk (hasil
kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa, baik yang tangible maupun intangible.[42]
Dari beberapa pengertian diatas,
mutu mempunyai makna ukuran, kadar, ketentuan dan penilaian tentang kualitas
sesuatu barang maupun jasa (produk) yang mempunyai sifat absolut dan relatif.
Dalam pengertian yang absolut, mutu merupakan standar yang tinggi dan tidak
dapat diungguli. Biasanya disebut dengan istilah baik, unggul, cantik, bagus,
mahal, mewah dan sebagainya.[43]
Jika dikaitkan dengan konteks
pendidikan, maka konsep mutu pendidikan adalah elit, karena hanya sedikit
institusi yang dapat memberikan pengalaman pendidikan dengan mutu tinggi kepada
anak didik. Dalam pengertian relatif, mutu memiliki dua pengertian. Pertama, menyesuaikan diri dengan
spesifikasi. Kedua, memenuhi
kebutuhan pelanggan.[44] Mutu
dalam pandangan seseorang terkadang bertentangan dengan mutu dalam pandangan
orang lain, sehingga tidak aneh jika ada pakar yang tidak mempunyai kesimpulan
yang sama tentang bagaimana cara menciptakan institusi yang baik.[45]
Dari uraian diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa manajemen mutu adalah ilmu atau seni yang mengatur tentang
proses pendayagunaan sumber daya manusia maupun sumber-sumber lainnya yang
mendukung pencapaian tujuan secara efektif dan efisien. berdasarkan ukuran,
kadar, ketentuan dan penilaian tentang kualitas sesuatu barang maupun jasa
(produk) sesuai dengan kepuasan pelanggan. Manajemen mutu dalam pendidikan (Islam) lebih populer dengan sebutan
istilah Total Quality Education
(TQE). Secara filosofis, konsep ini menekankan pada pencarian secara konsisten
terhadap perbaikan yang berkelanjutan untuk mencapai kebutuhan dan kepuasan
pelanggan. Strategi yang dikembangkan dalam penggunaan manajemen mutu dalam
dunia pendidikan adalah institusi pendidikan memposisikan dirinya sebagai
institusi jasa atau dengan kata lain menjadi industri jasa. Yakni institusi
yang memberikan pelayanan (service)
sesuai dengan apa yang diinginkan pelanggan (custumer).
Manajemen pendidikan mutu
berlandaskan kepada kepuasaan pelanggan sebagai sasaran utama. Pelanggan
pendidikan ada dua aspek, yaitu; pelanggan internal dan pelanggan eksternal.[46] Pendidikan berkulitas apabila :
a)
Pelanggan
internal (kepala sekolah, guru, dan karyawan) berkembang baik fisik maupun
psikis. Secara fisik antara lain mendapatkan imbalan finasial. Sedangkan secara
psikis adalah bila mereka diberi kesempatan untuk terus belajar mengembangkan
kemampuan, bakat dan kreativitasnya.
b)
Pelanggan
eksternal :
1)
Eksternal
primer (para siswa) : Menjadi pembelajar sepanjang hayat, komunikator yang
baik, punya keterampilan dalam kehidupan sehari-hari, integritas tinggi,
pemecah masalah, dan pencipta pengetahuan serta menjadi warga negara yang
bertanggungjawab.
2)
Eksternal
sekunder (orang tua, pemerintah, dan perusahaan) : Para lulusan dapat memenuhi
harapan orang tua, pemerintah, dan perusahaan dalam hal menjalankan tugas-tugas
yang diberikan kepadanya.
3)
Eksternal
tersier (pasar kerja dan masyarakat luas) : Para lulusan memiliki kompetensi
dalam dunia kerja dan pengembangan masyarakat, sehingga mempengaruhi pada
pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan rakyat, dan keadilan sosial.
Maka dari itu, untuk memposisikan
institusi pendidikan Islam sebagai industri jasa harus memenuhi standar mutu.
Institusi dapat disebut bermutu, harus memenuhi spesifikasi yang telah
ditetapkan. Secara operasional, mutu ditentukan dua faktor, yaitu terpenuhinya
spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya dan terpenuhinya spesifikasi yang
diharapkan menurut tuntutan dan pengguna jasa. Mutu yang pertama disebut, mutu
sesungguhnya, mutu yang kedua disebut mutu persepsi.
Standar mutu produksi dan
pelayanan diukur dengan kriteria sesuai dengan spesifikasi, cocok dengan tujuan
pembuatan dan penggunaan, tanpa cacat, dan selalu baik sejak awal. Mutu dalam
persepsi diukur dari kepuasaan pelanggan atau pengguna, meningkatnya minat dan
harapan serta kepuasaan pengguna. Dalam penyelenggaraannya mutu sesungguhnya
merupakan profil lulusan institusi pendidikan yang sesuai dengan kualifikasi
tujuan pendidikan, yang berbentuk standar kemampuan dasar berupa kualifikasi
akademik minimal yang dikuasai peserta didik. Sedangkan pada mutu persepsi
pendidikan adalah kepuasaan dan bertambahnya minat pelanggan eksternal terhadap
lulusan institusi pendidikan.
6.
Tantangan
Peningkatan Mutu PAI di SMPN 2 Sintang
Perkembangan
zaman (globalisasi) membawa pengaruh besar terhadap kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi baik yang bersifat positif maupun negatif sehingga membawa dampak
terhadap perubahan cara belajar dan mutu pembelajaran bagi siswa. Tidak seorang
pun siswa yang dapat menghindari dari arus globalisasi baik yang belajar di
sekolah negeri maupun sekolah swasta dari tingkat SD, SMP, SMA dan SMK tanpa
terkecuali siswa SMP Negeri 2 Sintang.
Dampak
negatif dari perkembangan zaman (globalisasi) tersebut bagi siswa SMP Negeri 2
Sintang akan mempengaruhi mutu
pembelajaran, baik pembelajaran umum maupun pembelajaran pendidikan agama
Islam. Seiring dengan dampak negatif
yang dirasakan siswa yang diakibatkan perkembangan zaman (globalisasi), tugas
dan peran guru PAI dari hari ke hari semakin berat, penulis tentu akan menghadapi
tantangan yang tidaklah ringan dalam menghadapi perkembangan globalisasi yang
semakin pesat karena dalam perkembangan itu berdampak pada pergeseran
nilai-nilai kehidupan, perubahan cara belajar dan mutu pembelajaran bagi siswa,
sehingga sebagai penulis harus mampu mempertahankan dan mengembangkan
nilai-nilai kehidupan secara Islami dan meningkatkan mutu pembelajaran PAI bagi siswa SMP Negeri 2 Sintang di tengah arus
globalisasi yang pesat.
Ada 2
(dua) faktor menjadi tantangan yang dihadapi penulis di dalam mempertahankan
dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan secara Islami dan meningkatkan mutu
pembelajaran PAI bagi siswa SMP Negeri 2
Sintang di tengah arus globalisasi yang pesat sebagai berikut:
a)
Faktor Tantangan Eksternal Sekolah
1) Faktor Pengaruh Hiburan
Akibat
pengaruh perkembangan zaman (globalisasi) dan iptek telah terjadi pergeseran
nilai-nilai yang ada dalam kehidupan siswa. Nilai-nilai tradisional yang sangat
menjunjung tinggi moralitas kini sudah bergeser seiring dengan pengaruh perkembangan
zaman (globalisasi) iptek dan globalisasi. Di kalangan siswa begitu terasa akan
pengaruh iptek dan globalisasi. Pengaruh hiburan baik cetak maupun elektronik
(majalah, novel, tv, handphone, laptop dan internet) yang menjurus pada hal-hal pornografi telah
menjadikan siswa tergoda dengan kehidupan yang menjurus pada pergaulan bebas
dan materialistik. Ada oknum siswa yang menyalahgunakan fungsi handphone dan
laptop serta internet untuk hal-hal yang negatif dan kurang bermanfaat. Belum
lagi hiburan konser group band yang jadwalnya sering menganggu waktu siswa
untuk belajar dan beribadah (sholat).
2) Faktor Pengaruh Keluarga (orangtua)
Orangtua yang
kurang perhatian terhadap pendidikan agama yang berkelanjutan, setiap siswa
yang bersekolah di SMP Negeri 2 Sintang berasal dari keluarga (orangtua) yang
memiliki karakter yang beraneka ragam, ada yang kehidupan keluarganya yang
sangat religius, religius, religius musiman dan ada yang religius akan
berpindah alam. Belum lagi ada salahsatu orangtua siswa yang muallaf, dengan
memiliki latar belakang kehidupan keluarga siswa yang beraneka ragam tersebut
sehingga merupakan salahsatu tantangan bagi penulis dalam mengajar dan mendidik
dan meningkatkan mutu pendidikan agama Islam.
3) Faktor Pengaruh Asal Sekolah Siswa
Sekolah
asal siswa merupakan salah satu faktor yang menjadi tantangan bagi penulis dalam
meningkatakan mutu pembelajaran PAI di SMP Negeri 2 Sintang, karena yang
menjadi siswa di SMP Negeri 2 Sintang berasal dari SD yang ada di wilayah Kabupaten
Sintang. Sedangkan tidak semua SD yang memiliki guru PAI yang berkualifikasi
pendidikan agama Islam, bahkan ada SD yang tidak sama memiliki guru PAI, dengan
demikian ada siswa yang benar-benar belum mengerti dengan pendidikan agama
Islam sehingga akan mempengaruhi semangat belajar siswa dan mutu pembelajaran
PAI.
4) Faktor Pengaruh Kehidupan Sosial
Seperti
kriminalitas, kekerasan, pengangguran dan kemiskinan yang terjadi dalam
masyarakat. Akibat perkembangan industri dan kapitalisme maka muncul
masalah-masalah sosial yang ada dalam masyarakat. Tidak semua lapisan
masyarakat bisa mengikuti dan menikmati dunia industri dan kapitalisme. Mereka
yang lemah secara pendidikan, akses dan ekonomi akan menjadi ganasnya
industrialisme dan kapitalisme. Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang formal
dan sudah mendapat kepercayaan dari masyarakat harus mampu menghasilkan peserta
didik yang siap hidup dalam kondisi dan situasi bagaimanapun. Dunia pendidikan
harus menjadi solusi dari suatu masalah sosial bukan menjadi bagian bahkan
penyebab dari masalah sosial tersebut.
5) Faktor Pengaruh Perkembangan IPTEK
Pengaruh
negatif dari perkembangan teknologi, seperti internet, play station dan
lain-lain, sangatlah berpengaruh kepada semangat siswa dalam belajar dan
beribadah. Sangat sedikit sekali siswa yang mau mengulangi pelajaran sekolah di
rumahnya masing-masing, dan tidak sedikit siswa yang diwaktu sholat dan mengaji
dipergunakan hanya untuk bermain di warnet yang ada di kota Sintang.
6) Faktor Pengaruh Kebijakan Pemerintah
Diantara
tantangan yang dihadapi penulis didalam mengembangkan nilai-nilai kehidupan
secara Islami dan meningkatkan mutu pembelajaran PAI bagi siswa SMP Negeri 2 Sintang yaitu salah
satunya adalah efek dari kebijakan pemerintah yang secara sadar atau tidak
telah mendikotomikan antara pendidikan agama Islam dengan pendidikan non agama yang
meliputi sedikitnya alokasi jam pelajaran pendidikan agama Islam sangat minim
hanya dialokasikan waktu 2 (dua) jam
dalam satu minggu, dan kebijakan kurikulum yang terkesan bongkar pasang.
Kemudian pendidikan agama Islam bukanlah merupakan salah satu mata pelajaran
yang menentukan kelulusan dan penentuan rangking kelas siswa.
Dengan
demikian mata pelajaran pendidikan agama Islam dipandang dan mendapatkan nilai
stigma negatif sebagai ilmu yang hanya mengurus aspek kehidupan akhirat,
pahala, dosa, halal, haram, surga dan neraka semata. Efek dari pengaruh kebijakan
pemerintah yang dinilai penulis agak sedikit keliru dan kurang melaksanakan amanat UUD 1945 dan
undang-undang sistem pendidikan nasional membuat sebagian masyarakat, orang tua
dan siswa memandang dengan sebelah mata terhadap mata pelajaran pendidikan agama
Islam.
Karena itu
pengembangan pendidikan agama Islam hanya berkisar pada aspek kehidupan ukhrowi
yang terpisah dengan kehidupan duniawi, atau aspek kehidupan rohani yang
terpisah dengan kehidupan jasmani pendidikan agama Islam hanya mengurusi
persoalan ritual dan spiritual. Sementara kehidupan politik, ekonomi, ilmu
pengetahuan teknologi dan sebagainya dianggap sebagai urusan duniawi yang
menjadi bidang garapan pendidikan umum (non agama) pandangan dikotomis inilah
yang menimbulkan dualisme dalam sistem pendidikan. Istilah pendidikan agama dan
pendidikan umum atau ilmu agama dan ilmu umum.
b) Faktor
Tantangan Internal Sekolah
1) Faktor Siswa
Siswa merupakan salah satu tantangan bagi penulis dalam
peningkatan mutu pembelajaran PAI di SMP Negeri 2 Sintang. Disebabkan oleh
kemampuan yang sangat beragam, karakteristik yang beragam, kemampuan awal yang
lemah, latar belakang kehidupan keluarga, asal sekolah dan lingkungan
masyarakat. Siswa yang memiliki kemampuan yang rendah terhadap ilmu pengetahuan
agama Islam akan mengalami tingkat kesulitan didalam menerima pembelajaran PAI,
begitu juga siswa yang berasal dari keluarga dan lingkungan masyarakat yang
jauh dari nilai-nilai kehidupan Islami juga akan mengalami kesulitan didalam
Pembelajaran PAI. Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis pada tahun
pelajaran 2011/2012, terdeskripsikan kemampuan siswa dalam memahami pengetahuan
agama Islam, terutama pada bidang ibadah shalat dan membaca al-Qur’an. Lihat
grafik di bawah ini:
Tahun Pelajaran 2011/2012
No
|
Kelas
|
Jumlah
|
Jumlah
|
Rombel
|
|||
1.
2.
3.
|
VII
VIII
XII
|
8
9
9
|
288 orang
355 orang
342 orang
|
Jumlah
|
26 Rombel
|
985 orang
|
Sumber Data TU SMP Negeri 2
Sintang
Data siswa SMP
Negeri 2 Sintang berdasarkan agama
Tahun Pelajaran 2011/2012
No
|
Agama
|
Jumlah
(orang)
|
%
|
1
|
Islam
|
575
|
58,38
|
2
|
Katolik
|
255
|
25,89
|
3
|
Kristen
|
150
|
15,23
|
4
|
Hindu
|
-
|
-
|
5
|
Budha
|
5
|
0,5
|
|
Jumlah
|
985
|
|
Sumber Data TU SMP Negeri 2 Sintang
Dari tabel data siswa SMP Negeri 2
Sintang berdasarkan agama, maka siswa yang beragama Islam jika dirata-ratakan
hampir mencapai angka 58,38 % lihat grafik di bawah ini :
Sumber Data GPAI SMP Negeri 2
Sintang
Data Siswa beragama Islam yang sudah
hafal bacaan sholat dan bisa mempraktekannya
No
|
Siswa
|
Jumlah
|
%
|
1
|
Siswa yang bisa
|
215
|
37,4
|
2
|
Siswa yang belum bisa
|
360
|
62,6
|
Jumlah
|
575
|
|
Sumber Data GPAI SMP Negeri 2
Sintang
Sumber Data GPAI SMP Negeri 2 Sintang
Data Siswa beragama Islam yang sudah bisa dan
yang belum bisa membaca Al-Qur’an dan Iqro’
No
|
Kategori Siswa
|
Jumlah (orang)
|
%
|
1
|
Siswa yang bisa membaca Al-Qur’an
dengan baik dan fasih
|
107
|
18,60
|
2
|
Siswa yang bisa membaca Al-Qur’an
kurang baik dan fasih
|
173
|
30,1
|
3
|
Siswa yang membaca Iqra’ Jilid 3
s/d 6
|
186
|
32,35
|
4
|
Siswa yang belum bisa membaca
Iqra’ Jilid 1-2
|
109
|
18,95
|
Jumlah
|
575
|
|
Sumber Data GPAI SMP Negeri 2
Sintang
Sumber Data GPAI SMP Negeri 2
Sintang
2) Faktor Pengaruh Guru Mata Pelajaran Non
Pendidikan Agama
Guru SMP
Negeri 2 Sintang mayoritas beragama Islam akan tetapi tidak semua guru tersebut
yang mendukung penulis dan guru PAI lainnya dalam upaya peningkatan mutu
pembelajaran PAI melalui program kegiatan keagamaan seperti Imtaq, Mabit,
Dzikir dan Do’a serta PHBI, ada yang beragapan bahwa kegiatan tersebut
merupakan tugas dan tanggung jawab semata guru PAI.
3) Faktor Sarana dan Prasarana
Salah satu
yang menjadi kendala peningkatan mutu pembelajaran PAI di SMP Negeri 2
Sintang bagi penulis adalah minimnya
sarana prasarana media pembelajaran PAI yang
berbasis teknologi. Padahal penulis sudah berupaya melakukan inovasi dan kreasi
pembelajaran PAI agar siswa semakin bersemangat dalam belajar, akan tetapi
karena keterbatasan sarana prasarana sehingga proses pembelajaran kadang lebih
sering dilakukan di masjid Al-Kautsar yang keberadaannya disekitar sekolah.
7. Desain Program Peningkatan Mutu PAI di SMPN 2 Sintang
Proses penjaminan
mutu diawali dari mengidentifikasi
aspek pencapaian dan prioritas peningkatan, penyediaan data sebagai dasar
perencanaan dan pengambilan keputusan
serta membantu membangun budaya peningkatan mutu berkelanjutan.
Pencapaian mutu pendidikan untuk pendidikan dasar dan menengah dikaji
berdasarkan delapan standar nasional pendidikan dari Badan Standar nasional
Pendidikan (BSNP). Penjaminan
mutu secara langsung tentu saja memiliki kontribusi terhadap peningkatan mutu pendidikan.
Penjaminan dan
peningkatan mutu pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah di Indonesia berkaitan dengan tiga aspek utama yaitu: (1)
pengkajian mutu pendidikan, (2) analisis dan pelaporan mutu pendidikan, dan (3) peningkatan mutu dan penumbuhan budaya
peningkatan mutu yang berkelanjutan. Khususnya pada aspek pertama, secara sederhana
diartikan bahwa dalam aspek pengkajian
mutu pendidikan di dalamnya perlu ada pemetaan dan penetapan langkah
yang perlu dilakukan untuk pencapaian mutu.
Kegiatan pemetaan salah satunya melalui rancangan yang
dilakukan guru dari masing-masing satuan mata pelajaran untuk meningkatkan
mutunya, salah satunya adalah guru pendidikan agama Islam. Adapun kegiatan penetapan langkah pencapaian
mutu adalah rencana dilakukan secara sistematis, rasional, dan terukur serta
dirumuskan oleh satuan pendidikan untuk memenuhi pencapaian mutu pendidikan.
Untuk mencapai mutu, ternyata tidak setiap guru dari
satuan mata pelajaran mampu melakukannya tanpa terkecuali guru pendidikan agama
Islam. Banyak faktor yang menjadi kendala dan penghambat sehingga mereka tidak
mampu melakukannya. Berdasarkan hasil penelitian secara mendalam, pendidikan
agama Islam yang ada selama ini belum mampu memberikan mutu sesuai dengan apa
yang menjadi fungsi dan tujuannya. Pendidikan agama Islam, muatan materinya
masih bersifat normatif dan
dogmatis, yang pembahasan materi lebih dominan tentang halal-haram, pahala-dosa,
baik-buruk, dan lain sebagainya. Begitu juga metode/strategi/model pembelajan
masih bersifat konvensional.
Belum
lagi doktrin paham (mazhab) keagamaan sepihak, yang ditanamkan oleh guru pendidikan
agama Islam sehingga akan memberikan pengaruh kepada peserta didik dalam
memahami agama secara eksklusif dan rigid.
Menurut M. Amin
Abdullah, pendidikan agama Islam yang diajarkan selama ini masih bersifat
statis (kaku) dan bersifat monokultur baik kurikulum, materi dan metode
pembelajarannya, dengan mengabaikan keunikan dan pluralitas, memasung
pertumbuhan pribadi yang kritis dan kreatif
dimana materi yang diajarkan selama ini lebih disibukkan oleh urusan kalangan
sendiri (individual affairs) dalam
bentuk al-ahwal al-syakhsiyyah (individual morality) dan kurang peduli
pada isu-isu umum dalam bentuk al-ahwal
al-ammah (public morality).[47] Pola pendidikan agama Islam semacam inilah
yang dalam perkembangannya cenderung didasarkan kepada semangat kelompok. Ada
beberapa bentuk keberagamaan yang berdasarkan kepada semangat kelompok (firqah) yaitu parokialisme,
sektarianisme, ghettoisme, tribalisme, fasisme dan ekslusivisme.[48]
Seorang guru pendidikan agama Islam dituntut
harus memiliki pengetahuan, wawasan, dan pengamalan keislaman yang
komprehensif, inklusif dan multikultural, sehingga tidak terjebak kepada
pemahaman dan pengamalan keislaman yang eksklusif, rigid dan sepihak. Selain memiliki pengetahuan yang komprehensif akan
pemahaman ajaran agama Islam, guru
pendidikan agama Islam juga wajib untuk memiliki pemahaman empat kompetensi seorang guru yaitu kompetensi Pedagogik, Akademik, Pribadi, dan
Sosial,[49] serta ditambah dengan kompetensi Kepemimpinan.[50]
Kemudian yang paling urgen ialah guru pendidikan agama
Islam juga harus memiliki kemauan dan kemampuan untuk terus melakukan refleksi
serta transformasi pembelajaran melalui inovasi program. Sudah menjadi sebuah keniscayaan bahwa
paradigma pembelajaran yang terpusat pada guru (teacher centered) haruslah ditinggalkan dan digantikan dengan
paradigma pembelajaran yang terpusat pada siswa (student centered). Untuk meningkatkan mutu pendidikan agama Islam di
SMP Negeri 2 Sintang, penulis perlu melakukan rancangan program kegiatan baik
intrakurikuler maupun ekstrakurikuler sebagaimana terdeskripsikan pada siklus. (Lihat hal. 24)
SIKLUS PENINGKATAN MUTU
PAI
Dari siklus proses
peningkatan mutu PAI, akan penulis deskrifsikan secara umum dan khusus semua
draff rancangan tersebut dalam bentuk tabel sehingga memberikan kemudahan
penulis dalam menyusun rancangan peningkatan mutu PAI di SMP Negeri 2 Sintang. Adapun jenis kegiatan,
yaitu; a) Tahap awal tahun pelajaran meliputi: Rancangan,
input, sasaran, alokasi waktu, dan keterangan (Lihat Tabel 1), b) Proses terdiri dari: Kurikulum, materi,
strategi/metode, guru, media/sarana, dan penilaian (Lihat Tabel II), dan c) Kegiatan Ekstrakurikuler PAI, mencangkup:
Jenis ekskul, materi, strategi/metode, tutor/pemateri, media/sarana, dan output (Lihat Tabel III).
DESAIN PROGRAM PENINGKATAN MUTU
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
(MATERI, METODE ATAU STRATEGI)
INTRAKURIKULER DAN EKSTRAKURIKULER
KELAS VII, VIII, DAN IX SMP NEGERI 2 SINTANG
a)
AWAL TAHUN PELAJARAN (INPUT)
TABEL I
RANCANGAN PENINGKATAN MUTU PAI
|
INPUT
|
SASARAN
|
ALOKASI WAKTU
|
KETERANGAN
|
Rumusan standarisasi mutu PAI diprentasikan pada rapat bersama, kepala
sekolah, komite, tim pengem- bang kurikulum sekolah, dan panitia penerimaan
siswa baru. Rumusan ini sebagai acuan sekolah dalam menerima siswa baru
(khususnya yang beragama Islam)
1.
Rekam jejak siswa semasa SD (khusus yang beragama
Islam)
·
Sikap/prilaku
·
Kepribadian
·
Penampilan
Teknik Penilaian:
·
Melihat hasil nilai raport mempersiapkan instrumen
penilaian diri.
·
Gaya berpakaian sesuai norma
2.
Siswa memiliki kemampuan membaca al-Qur’an
Indikator:
·
Siswa bisa membaca al-Qur’an dengan baik
·
Siswa mampu membaca al-Qur’an dengan benar
·
Siswa mengetahui hukum dasar ilmu tajwid
Penilaian:
·
Tes membaca al-Qur’an
·
Tes tertulis dengan materi pemahaman ilmu tajwid
3.
Siswa memiliki pengetahuan tentang bacaan dan tatacara
pelaksanaan shalat
Idikator:
·
Siswa hafal bacaan shalat
·
Siswa memiliki kemampuan melaksanakan shalat secara
benar
Penilaian:
·
Tes wawancara (hafalan)
·
Tes praktek
4.
Siswa putri (beragama Islam) wajib memakai jilbab pada
jam pembelajaran PAI
5.
Kegiatan pendidikan agama Islam di luar jam pelajaran
diantaranya:
a.
Hari Besar Islam
·
Maulid
·
Isra’ Mi’raj
·
Tahun Baru Islam
b.
Pengumpulan dan penyaluran zakat, infaq dan sedekah
(ZIS)
c.
Tabungan Qurban perbulan Rp. 5000/siswa
d.
Ekstrakurikuler
·
IMTAQ
·
TPA
·
Pesantren Kilat
·
Kajian Islam
·
Mabit
·
Rohis
·
Seni budaya Islam
·
Safari da’wah
·
Bina kerukunan umat beragama
·
Training kepribadian
6.
Shalat Dhuha berjama’ah (sesuai jadwal pelajaran PAI)
7.
Shalat Zuhur
berjama’ah
8.
Kriteria kenaikan kelas/kelulusan
Aspek penilaian terdiri dari:
·
Kepribadian (sikap/prilaku, tutur kata, dan penampilan)
·
Nilai mencapai KKM
9.
Setiap awal tahun pelajaran guru PAI menyampaikan 7
point komitmen diri kepada orangtua/wali siswa, yaitu:
·
Siswa bisa baca al-Qur’an secara baik dan benar
·
Siswa hafal al-Qur’an surat
1.
al-Fatihah
2.
an-Nas
3.
al-Falaq
4.
al-Ikhlas
5.
al-Lahab
6.
an-Nashr
7.
al-Kafirun
8.
al-Kautsar
9.
al-Ma’un
10.
al-Quraisy
11.
al-Fiil
12.
al-Humazah
13.
at-Takatsur
14.
al-Qari’ah
15.
al-‘Adiyat
16.
al-Humazah
17.
al-Bayyinah
18.
al-Qadr
19.
al-‘Alaq
20.
at-Tiin
21.
al-Insyirah
22.
adh-Dhuha
·
Siswa bisa melaksanakan shalat dengan baik
·
Siswa berbudi pekerti baik
·
Siswa memiliki sikap Toleran
·
Siswa memiliki sikap Empati
·
Siswa memiliki sikap Disiplin
|
Uraian Masalah
1.
Mencari informasi latar belakang siswa (keluarga dan
sekolah)
2.
Mengidentifikasi siswa yang belum bisa membaca
al-Qur’an
3.
Mengklasifikasikan kemampuan siswa dalam membaca
al-Qur’an
4.
Mengklasifikasikan siswa berdasarkan hafalan ayat
al-Qur’an mulai dari surat al-Fatihah s.d adh-Dhuha
5.
Mengeidentifikasi siswa yang tidak melaksanakan atau belum bisa melaksanakan shalat
6.
Mengklasifikasikan kemampuan siswa dalam melaksanakan
shalat
7.
Mengidentifikasi prilaku negatif siswa:
·
Pergaulan bebas
·
Pacaran
·
Keluar malam
·
Minum alkohol
·
Merokok
·
Berjudi
·
Tawuran
·
Terlibat kriminal
·
Pornografi (menonton dan melihat gambar porno)
·
Pornoaksi (gaya berbicara dan berbusana)
·
Aktif di gang/kelompok yang meresahkan masyarakat dan
melanggar peraturan
·
Kurang/tidak hormat dan patuh kepada orangtua serta
tidak disiplin dalam lingkungan keluarga
·
Dilingkungan sekolah kurang/tidak disiplin, hormat,
patuh kepada pendidik dan tenaga kependidikan, sekuriti, clanning service, pengelola kantin maupun sesama siswa
·
Dilingkungan masyarakat sering tidak menghormati hak
orang lain
·
Jarang/tidak terlibat aktif dalam kegiatan agama atau
kegiatan sosial
|
1.
Dapat mengetahui & memahami profil siswa, keluarga,
dan asal sekolah
2.
Dapat mengetahui kemampuan siswa dalam membaca
al-Qur’an
3.
Dapat mengetahui jumlah hafalan siswa dari surat/ayat
al-Qur’an
4.
Dapat membuat program tindak lanjut (ekskul) bagi
siswa, misalkan:
·
Bagi siswa yang buta huruf al-Qur’an masuk di kelas
IQRA jilid 1-3
·
Bagi siswa yang sudah bisa membaca al-Qur’an namun
belum lancar masuk di kelas IQRA’ jilid 4-6
·
Bagi siswa yang sudah lancar bacaan al-Qur’an masuk di
kelas al-Qur’an dengan pendalaman materi ilmu tajwid dan pengenalan ilmu
tafsir
·
Bagi siswa yang memiliki kemampuan dan keindahan suara
masuk di kelas bimbingan tilawah
5.
Dapat mengetahui alasan siswa yang tidak/belum
melaksanakan shalat
6.
Dapat membuat program tindak lanjut (ekskul) bagi
siswa, misalkan:
·
Bagi siswa yang belum hafal bacaan dan tatacara shalat
wajib mengikuti ekskul bimbingan dengan materi fiqih
·
Bagi siswa yang sudah rutin melaksanakan shalat secara
munfarid dianjurkan untuk melaksanaka shalat secara berjama’ah di masjid atau
mushalla di lingkungan tempat tinggal
·
Siswa diajak/disarankan untuk mengikuti program
SMAILING (shalat magrib-isya keliling) yang diselenggarakan oleh Majlis
Pendidikan Kader PDM Kab.Sintang
·
Siswa disarankan untuk mengikuti program Meraih Barakah
Subuh (shalat subuh keliling) yang diselenggarakan oleh DMI Kab.Sintang
7.
Siswa wajib mengikuti ekskul Mabit dan Training
kepribadian
8.
Siswa aktif dan ikhlas mengumpulkan infaq dan sedekah
melalui unit ZIS di sekolah
9.
Siswa mengumpulkan dan menyalurkan zakat fitrah bulan
Ramadhan melalui unit ZIS di sekolah
10. Siswa aktif dan ikhlas
mengumpulkan tabungan qurban.
|
Selama siswa tercatat
sebagai siswa
Persemester dalam tahun
pelajaran
|
Rancangan program peningkatan mutu PAI setelah mendapatkan persetujuan
dari kepala sekolah dan komite segera diserahkan kepada:
1.
Bidang kurikulum untuk diproses dan disusun menjadi
program kegiatan yang terjadwal dan terstruktur.
2.
Disosialisasikan kepada:
·
Calon siswa baru
·
Siswa lama
·
Orangtua/wali
·
Guru BK
·
Guru/wali kelas
3.
Guru PAI membentuk Panitia ZIS dan Panitia Qurban
dengan melibatkan guru mata pelajaran lain dan pengurus ROHIS melalui
persetujuan Kepala Sekolah
4.
Mempersiapkan buku tabungan qurban siswa
|
b)
PROSES
TABEL II
KURIKULUM
|
MATERI
|
STRATEGI/METODE
|
GURU
|
MEDIA/SARANA
|
PENILAIAN
|
Kurikulum yang
dipakai/diterapkan disekolah mengacu kepada Peraturan Pemerintah
|
Materi/bahan ajar disadur
dari isi kurikulum yang sudah dikembangkan guru PAI dan Tim pengembang
kurikulum sesuai dengan kondisi atau karakteristik siswa
dan sekolah
|
Materi/bahan ajar yang
sudah disusun/ditulis oleh guru (Tim) dicetak menjadi sebuah buku selanjutnya
dibagikan kepada siswa
|
Guru PAI sebagai
pengajar, pendidik dan sekaligus pengganti orangtua menjadi figur utama bagi
siswa untuk menjadi uswah (contoh)
dan qudwah (teladan)
|
Buku, al-Qur’an LCD,
Masjid dan Mushalla serta sarana penunjang lainnya yang relevan dengan PAI
|
Dalam penilaian guru
menggunakan:
1.
Buku pantauan hafalan 22 surat
al-Qur’an
2.
Buku pantauan shalat siswa munfarid atau jama ah yang dilaku- kan di rumah/ masjid
3.
Instrumen pengama-tan kepribadian atau prilaku siswa di
sekolah dan di rumah
4.
Tes tertulis:
·
Tugas harian (PR)
·
Ulangan harian
·
Mid semester
·
Ulangan semester (kognitif)
|
c)
KEGIATAN EKSTRAKURIKULER
PAI
TABEL III
JENIS/WAKTU
|
MATERI
|
STRATEGI/METODE
|
TUTOR/PEMATERI
|
MEDIA/SARANA
|
OUTPUT
|
Kegiatan Ekskul PAI
diantaranya:
1.
IMTAQ
2x dalam seminggu
2.
TPA
3x dalam seminggu
3.
Pesantren Kilat
Bulan Ramadhan
4.
Kajian Islam
2x dalam sebulan
5.
Mabit
1x dalam sebulan
6.
Rohis
Harian
7.
Seni budaya Islam
1x dalam seminggu
8.
Safari da’wah
Setelah Mid semester
9.
Bina kerukunan umat beragama
Setiap akhir semester
10. Training kepribadian
2x dalam sebulan
|
Materi kegiatan ekskul
PAI, meliputi:
1.
Aqidah dan Ibadah
2.
Al-Qur’an
·
Iqra
·
Hafalan
·
Tilawah
·
Kaligrafi
·
Tajwid
3.
Puasa dan zakat serta tata cara shalat Idul Fitri
4.
Muamalah
5.
Muhasabah diri
6.
Keorganisasian dan pengembangan diri
7.
Nasyid dan Qasidah
8.
Tentatif menyesuai-kan dengan tempat
yang dikunjungi
9.
Tentatif menyesuai- kan dengan jenis kegiatan yang
disepakati dengan guru pendidi-
kan agama Kristen dan Katolik
10. Agama, Kesehatan,
Pendidikan, hukum
|
Strategi atau Metode
yang dipergunakan:
1.
Menjadwalkan guru mata pelajaran lain untuk berperan
aktif
2.
Menjalin kerjasama dengan instansi pemerintah lain,
seperti:
·
Dinas Pendidikan
·
Kemenag Kabupaten Sintang
·
Dinas Kesehatan
·
Polres
·
Dinas Pemuda dan Olah Raga
·
Badan Pemberdayaan Anak dan Perempuan
3.
Ormas Islam
·
MUI
·
Muhammadiyah
·
NU
·
DDII
·
DMI
·
BKPRMI
·
BKMT
·
IKADI
|
Tutor atau Pemateri
Kegiatan Ekskul PAI adalah guru & pegawai
instansi
Pemerintah Daerah Kabupaten Sintang
atau pengurus Ormas Islam yang terjadwal.
|
Sekolah, Masjid dan
Gedung serbaguna
|
Output yang dihasilkan
dari kegiatan pendidikan agama Islam mulai dari intrakurikuler (proses
pembelajaran) dan ekstrakurikuler ialah:
a.
Cerdas secara Koqnitif
·
Siswa mengetahui, dan memahami ajaran Islam secara
teori
·
Siswa hafal 22 surat al-Qur’an yang telah ditentukan
oleh guru PAI
b.
Cerdas secara Afektif
·
Siswa mengamalkan semua pengetahuan ajaran Islam dalam
kehidupannya
·
Siswa memiliki kepribadian yang baik, jujur, sopan,
santun, bertanggung
jawab, hormat, taat, patuh, disiplin, toleran, dan empati. serta tidak
merokok
·
Siswa lebih berhati-hati dalam pergaulan sehari-hari
·
Bagi siswa putri
dalam berpakaian sesuai dengan syariat Islam
c.
Secara Psikomotorik
·
Siswa memiliki keterampilan dan kemampuan dalam bidang
aspek penun-jang kehidupan lainnya (Tilawah, Nasyid dan Qasidah,
Pidato/ceramah)
|
D.
Penutup
Tugas
pendidikan adalah mengupayakan agar anak bisa mengenal potensi dirinya,
sedangkan pendidikan berperan memberikan fasilitas agar mereka dapat
mengembangkan potensinya, baik bidang akademik maupun potensi non-akademik,
seperti seni dan olah raga. Pendidikan agama Islam (PAI) merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib
diberikan kepada siswa. Melalui pendidikan agama Islam dharapkan untuk mampu
melakukan revolusi mental peserta didik.
Adapun revolusi mental yang harus dilakukan peserta didik melalui PAI
antara lain; a) meningkatnya
kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual dan
kecerdasan leadership, b) memiliki ghirah
(kemauan) yang kuat untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan keislaman,
c) berupaya menghindari dan meninggalkan pergaulan bebas dan perilaku tercela,
d) memiliki akhlak mulia atau berkepribadian Islami, e) berupaya menjaga
kebersihan dan kesucian diri dan lingkungan dari hal-hal yang kotor dan najis,
f) rajin membantu orangtua dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi dan g) taat
melaksanakan ibadah wajib dan ibadah sunnah.
Guru memiliki otonomi untuk melakukan inovasi pengembangan metode, strategi, dan
materi pelajaran dari kurikulum yang ada dengan tujuan bagaimana mutu pelajaran
tersebut dapat meningkat, tanpa terkecuali guru pendidikan agama Islam. Dalam meningkatkan mutu seorang guru pendidikan
agama Islam dituntut untuk terus melakukan
kreasi/ inovasi dalam merancang pembelajaran.
Dalam upaya peningkatan mutu
pendidikan agama Islam seseorang guru haruslah memperhatikan hal-hal sebagai
berikut diantaranya adalah; (a) perbaikan secara kontinyu dan berkesinambungan,
(b) menentukan standar mutu PAI, (c) perubahan kultur, (d) perubahan organisasi,
(d) menjaga hubungan dengan pelanggan.
Dari desain
program peningkatan mutu PAI di SMP
Negeri 2 Sintang Kabupaten Sintang Kalimantan Barat, merupakan konstribusi penulis sebagai guru PAI dalam upaya membumilandaskan revolusi mental
peserta didik menuju generasi emas 2045 yang telah digagas oleh pemerintah
sekarang ini melalui Kemendikbud. Namun yang paling urgen adalah melalui desain
program ini penulis berupaya secara konsisten mewujudkan dan meningkatkan mutu PAI di sekolah tempat bertugas. Untuk mengimplementasikan desain
program tersebut melalui berbagai
tahapan proses sehingga diharapkan akan menjadi sebuah program kegiatan yang
terstruktur.
Desain program tersebut masih jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu penulis sangat mengharapkan koreksi dan sumbangsih pemikiran, sehingga apa yang menjadi
cita-cita penulis dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan agama Islam di SMPN 2
Sintang akan dapat terealisasi dengan
baik, endingnya
adalah dapat melahirkan peserta didik (generasi) yang unggul secara
pengetahuan, kepribadian mulia serta konsisten dalam melaksanakan perintah
ajaran agama Islam dalam kehidupannya.
E. Daftar Pustaka
Aassegaf, Abd. Rachman. 2011. Filsafat Pendidikan Islam; Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis
Integratif-Interkonektif. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Abdullah, M. Amin. 1996.
Studi Agama Normativitas dan
Historitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Achmadi. 2010. Ideologi
Pendidikan Islam; Paradigma Humanisme Teosentris. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Ali, Attabik. 2003. Kamus
Inggris-Indonesia-Arab. Yogyakarta: Mukti Karya Grafika.
Arcaro. S, Jerome. 2007. Pendidikan Berbasis Mutu: Prinsip-Prinsip Perumusan Dan Tata Langkah
Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arifin, M. 1987. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bina
Aksara.
Azra, Azumardi. Renaisans
Islam Asia Tenggara: Sejarah Wacana dan Kekuasaan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Bastian , Aulia Reza. 2002. Reformasi Pendidikan: Langkah-langkah Pembaharuan dan Pemberdayaan
Pendidikan Dalam Rangka Desentralisasi Sistem Pendidikan Indonesia. Yogyakarta:
Lapera Pustaka Utama.
Ellyasin, Muhammad dan Nanik Nurhayati. 2012. Manajemen Pendidikan Islam. Yogyakarta:
Aditya Media Publishing.
Farodis, Zian.
2011. Panduan Manajemen Pendidikan
ala Harvard University. Yogyakarta: Diva Press.
Fattah, Nanang. 2001. Landasan
Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hamalik, Oemar. 2010. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya.
http://hdr. Undp. Urg/en/. Diunduh,
5 Oktober 2013, pkl. 23.15 WIB.
Hasibuan, Malayu. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Komariah, Aan dan Cepi Triatna. 2008. Visionary Leadership: Menuju Sekolah
Efektif. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Kompas. Edisi 1 Mei 2001.
Makawimbang, H. Jerry. 2011. Supervisi dan Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: CV Alfabeta.
Media Indonesia. Edisi 29 Maret 2001.
Mulyono. 2008. Manajemen
Administrasi dan Organisasi Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Muhaimin, dkk. 2012. Paradigma
Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Muhroqib. 2009. Ilmu
Pendidikan Islam. Yogyakarta: LkiS.
Muriah, Siti. 2011. Kata
Pengantar Dalam Manajemen Pendidikan Islam; Konstruksi Teoritis dan Praktis. Malang
& Yogyakarta: Aditya Media Publishing.
Nata, Abuddin. Ilmu
Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Partanto, Pius dan Dahlan Albari. 2001. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arloka.
Peraturan Pemerintah
No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Menteri
Agama No. 16 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Pendidikan Agama Pada Sekolah.
Republika, Edisi 8 Oktober 2001.
Salim, Peter. 1987. The
Contemporary English Indonesian Dictionary. Jakarta: Modern English Press.
Sallis, Edward. 2012. Total
Quality Management in Education. Yogyakarta: Ircisod.
Subroto, B. 2004. Manajemen
Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Rieneka Cipta.
Sukarno. 2012. Budaya
Politik Pesantren Perspektif Interaksionisme Simbolik. Yogyakarta:
Interpena.
Sumartana, TH. 1998. Pluralisme
dan Dialog Antaragama dalam Keadilan dan Kemajemukan. Jakarta: Sinar
Harapan.
Undang-Undang No. 14
Tahun 2015 Tentang Guru dan Dosen.
Tobrani. 2008. Pendidikan
Islam; Paradigma Teologis, Filosofis dan Spiritualis. Malang: UMM Press.
Zamroni. 2011. Dinamika
Peningkatan Mutu. Yogyakarta: Gavin Kalam Utama. Malang: UMM Press.
hdr.undp.org,
akses 18 Mei 2015. Jam. 03.30 WIB.
umk.ac.id,
akses 18 Mei 2015. Jam. 03.30 WIB.
politik.kompasiana.com, akses 18 Mei 2015. Jam. 03.40 WIB.
http://www.mediaindonesia.com, akses 18 Mei 2015. Jam. 03.40 WIB.
infopublik.kominfo.go.id,
akses 18 Mei 2015. Jam. 03.45 WIB.
[1] hdr.undp.org, akses 18 Mei 2015.
Jam. 03.30 WIB
[2] umk.ac.id, akses 18 Mei 2015.
Jam. 03.30 WIB
[6] Zamroni, Dinamika Peningkatan Mutu, (Yogyakarta: Gavin Kalam Utama, 2011),
hlm. 83
[7] Zian Farodis, Panduan Manajemen Pendidikan ala Harvard
University, (Yogyakarta: Diva Press, 2011), hlm. 7
[8] Aulia Reza Bastian, Reformasi Pendidikan: Langkah-langkah
Pembaharuan dan Pemberdayaan Pendidikan Dalam Rangka Desentralisasi Sistem
Pendidikan Indonesia, (Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama, 2002) hlm. 24
[9] Sukarno, Budaya Politik Pesantren Perspektif Interaksionisme Simbolik,
(Yogyakarta: Interpena, 2012), hlm. 15
[10] Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2010), hlm. 44
[11] Jerry H. Makawimbang, Supervisi dan Peningkatan Mutu Pendidikan,
(Bandung: CV Alfabeta, 2011), hlm. 1
[12] Siti Muriah, Kata Pengantar Dalam Manajemen Pendidikan Islam; Konstruksi Teoritis
dan Praktis, (Malang & Yogyakarta: Aditya Media Publishing, 2012)
[13]
Achmadi, Ideologi Pendidikan
Islam; Paradigma Humanisme Teosentris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010),
cet. II, hlm. 32
[14] Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam; Paradigma Baru
Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2011), hlm. 2. Lihat juga dalam Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:
Kencana, 2010), hlm. 36. Juga dalam Tobrani,
Pendidikan Islam; Paradigma Teologis, Filosofis dan Spiritualis, (Malang:
UMM Press, 2008), hlm. 19. Salah satu contoh ayat tentang manajemen adalah
bentuk kata derivasi dari dabbara (mengatur)
yang banyak terdapat dalam al-Qur’an yang pengertian sama dengan hakikat
manajemen adalah al-tadbir (pengaturan),
yaitu dalam surat as-Sajdah ayat 5 yang mendeskripsikan tentang :
Artinya “Dia
mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadaNya dalam satu hari yang
kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu” (QS. As-Sajdah : 5)
[15] Muhroqib, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: LKiS, 2009), hlm. 17
[16] M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hlm. 15
[17] Achmadi, Ideologi..., hlm. 31
[18] Muhaimin dkk, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya
Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2012), hlm. 29-30
[19] Depdikbud, Garis-Garis Besar Pengajaran, (Jakarta: Depdikbud,
1995), hlm. 1
[20] Ahmad A. Marimba, Pengantar Filsafat, (Bandung: PT.
Al-Ma’arif, 1962), hlm. 27
[21] Zuhairini dkk, Metode Khusus Pendidikan Agama,
(Surabaya: Usaha Nasional, 1983), hlm. 27
[22] Muhammad Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1985),
hlm. 214
[23] Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan
Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Pers, 2000), hlm. 117
[24] Detailnya lihat dalam Azumardi
Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara:
Sejarah Wacana dan Kekuasaan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999)
[25] Laporan Bank Dunia sebagaimana
diberitakan harian umum Kompas, edisi I Mei 2001
[26] Media Indonesia dalam laporan
pendidikan dan kebudayaan, edisi 29 Maret 2001
[27] Republika, edisi 8 Oktober 2001
dengan judul: Kualitas Sistem Pendidikan
Indonesia Terendah di Asia.
[29] Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak (Yogyakarta: LPPI
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2014), cet. XIII. hal. 2
[30] Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, hal. 2
[31] Lebih jelas lihat Desain Program
Peningkatan Mutu PAI di SMPN 2 Sintang, hal. 25
[32] Pius Partanto & Dahlan
Albari, Kamus Ilmiah Populer,
(Surabaya: Arloka, 2001), hlm. 440
[33] Mulyono, Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan, (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2008), hlm. 33
[34] Muhammad Eliyasin & Nanik
Nurhayati, Manajemen Pendidikan Islam,
(Yogyakarta: Aditya Media Publishing, 2012), hlm. 60
[35] Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 1
[36] Malayu Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2008), hlm. 1-2
[37] Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 16
[38]
Pius Partanto dan Dahlan
Albari, Kamus..., hlm. 510.
[39] Peter Salim, The Contemporary English Indonesian Dictionary, (Jakarta: Modern
English Press, 1987), hlm. 550
[40] Attabik Ali, Kamus Inggris-Indonesia-Arab,
(Yogyakarta: Mukti Karya Grafika, 2003), hlm.1043.
[41] Aan Komariah dan Cepi Triatna, Visionary Leadership: Menuju Sekolah
Efektif, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), hlm. 9
[42] B. Suryobroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah,
(Jakarta: Rieneka Cipta, 2004), hlm. 210.
[43]
Edward Sallis, Total Quality Management in Education,
terj. Ahmad Ali Riadi & Fahrurozi, (Yogyakarta: Ircisod, 2012), hlm. 52.
[45] Ibid., hlm. 29-30.
[46] Ibid., hlm. 6.
[47] M. Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas dan Historitas,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 140-142
[48] Th. Sumartana, Pluralisme dan Dialog Antaragama dalam
Keadilan dan Kemajemukan, (Jakarta: Sinar Harapan, 1998), hlm. 21.
[49] Undang-Undang Guru dan Dosen No.
14 Tahun 2005 Pasal 8 dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang
Standar Nasional Pendidikan Bab VI Pasal 28 ayat 3.
[50] Peraturan Menteri Agama No. 16
Tahun 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar