Sabtu, 26 September 2015

KTI GUPRES 2015



“Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Berprestasi Dan Berdedikasi Yang Profesional Dan Bermartabat Siap Membumilandaskan Revolusi Mental Bagi Peserta Didik Dalam Menyiapkan Generasi Emas 2045; Desain Program Peningkatan Mutu Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 2 Sintang Kabupaten Sintang
Provinsi Kalimantan Barat

A.      RASIONAL
Bangsa atau Negara yang besar dan maju adalah bangsa yang sangat fokus memperhatikan pendidikan, karena melalui pendidikan itulah maka akan dapat mengantarkan kemajuan, kemakmuran dan kesejahteraan suatu bangsa atau pun Negara. Oleh karena itu sebuah bangsa atau Negara, tentu membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal. Karena dengan hal tersebut, proses pembangunan yang dilakukan bangsa atau Negara tak hanya berjalan, akan tetapi juga berkembang. Terdapat korelasi yang sangat kuat antara pengembangan SDM dengan pembangunan Negara. Kualitas SDM yang baik, akan membuat Negara semakin baik. Demikian pula sebaliknya.
Berangkat dari kualitas SDM Indonesia yang hingga memasuki awal abad 21 masih dalam taraf yang sangat rendah, berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkannya. Sebagaimana diketahui, berdasarkan data terakhir dalam HDI (Human Development Index), Indonesia masih menduduki peringkat 121 dunia dari sekitar 186 negara. Indonesia masih di bawah Negara seperti Suriname, Samoa atau Sri lanka.[1]
Meskipun demikian, optimisme tetap dibangun. Kemendikbud telah merancang sebuah grand design yang mencanangkan terwujudnya masa kebangkitan Indonesia yang disebut dengan Generasi Emas 2045. Dalam proyek tersebut, dicanangkan bahwa Indonesia yang kini terpuruk diharapkan mampu melejit menjadi bagian dari delapan Negara terbesar di jagad raya.[2]  Adapun yang ada dalam grand design itu antara lain:
1.    Pendidikan anak usia dini digencarkan, kualitasnya ditingkatkan dan pendidikan dasar merata serta berkualitas.
2.    Selain itu, pembangunan sekolah/ruang kelas baru dan rehabilitasi bangunan tempat kegiatan belajar mengajar yang sudah tak layak akan dilakukan secara besar-besaran.
3.    Pada aspek pelajarnya, Pemerintah akan mengupayakan intervensi khusus untuk meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) siswa SMA/sederajat. Pak Nuh menambahkan bahwa melalui upaya percepatan ini diharapkan APK SMA/sederajat dapat mencapai 97 persen pada 2020. Sementara bila tanpa intervensi persentase APK yang sedemikian diperkirakan baru tercapai pada 2040.
4.    Di sisi lain peningkatan APK perguruan tinggi juga dilakukan dengan meningkatkan akses, dan memastikan keterjangkauan, serta memastikan ketersediaan.
5.    Dan lain-lain, yang tentunya lebih banyak lagi.[3]
Sikap optimisme yang dibangun oleh Mendikbud kala itu tentulah memiliki dasar yang kuat, adapun yang mendasarinya yaitu bangsa Indonesia mendapatkan bonus demografi, dimana jumlah penduduk usia produktif paling tinggi di antara usia anak-anak dan orang tua.[4] Periode bonus demografi Indonesia yang ditandai dengan usia produktif sebagaimana data yang dilangsir oleh Badan Pusat Statistik tahun 2011, bahwa jumlah penduduk Indonesia yang berusia muda lebih banyak jumlahnya dari pada penduduk yang berusia tua. Dalam data itu terlihat, bagaimana jumlah anak kelompok usia 0-9 tahun sebanyak 45,93 juta jiwa, sedangkan anak usia 10-19 tahun berjumlah 43,55 juta jiwa pada tahun 2010. Penduduk Indonesia yang berusia 0-9 tahun akan 35-45 tahun, sedangkan yang usia 10-20 maka akan berusia 45-54 tahun nanti pada saat tahun 2045 yang akan datang.[5]
Islam merupakan salah satu agama samawi yang dibawa oleh Muhammad saw untuk disampaikan dan diajarkan kepada seluruh umat manusia. Dalam doktrin ajaran Islam yang syamil (komprehensif) menjelaskan semua aspek baik yang berhubungan dengan kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat atau pun segala sesuatu yang akan dikerjakan oleh manusia untuk jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Untuk melakukan pekerjaan harus terencana, terukur dan terarah, sebagai pengejewantahan nilai-nilai Islam.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa sesuatu yang akan dikerjakan haruslah terprogram tidak boleh asal-asalan. Oleh sebab itu Islam memberikan tatanan “nilai pengelolaan” mulai dari urusan yang terkecil sampai yang terbesar, mulai dari mengurus diri sendiri (keluarga) hingga mengurus masyarakat, mulai dari mengurus kehidupan berumah tangga sampai dengan mengurus negara dalam bingkai sebuah manajemen agar tujuan yang hendak dicapai melalui visi dan misi bisa diraih dan bisa selesai secara efisien dan efektif.
Tujuan pertama reformasi pendidikan adalah membangun suatu sistem pendidikan nasional yang lebih baik, lebih mantap, dan lebih maju dengan mengoptimalkan dan memberdayakan semua potensi dan partisipasi masyarakat. Sebab pendidikan merupakan struktur pokok yang memberikan fasilitas bagi warga masyarakat untuk bisa menentukan barang dan jasa apa yang diperlukan.[6]  Bahkan secara makro, pendidikan merupakan “jantung” sekaligus “tulang punggung” masa depan bangsa dan negara,[7]  bahkan keberhasilan suatu bangsa sangat ditentukan oleh keberhasilan dalam memperbaiki dan memperbarui sektor pendidikan.[8]
Adapun di sisi yang lain, sistem pendidikan Islam merupakan suatu kawah candradimuka pembentuk manusia sempurna sebagai fondasi awal dalam pembangunan peradaban madani,[9]  dan mewujudkan rahmat bagi seluruh umat manusia.[10]  Dengan demikian, pendidikan tersebut dilakukan manusia dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan taraf hidupnya, melalui proses pendidikan diharapkan manusia menjadi cerdas atau memiliki kemampuan, yang biasa dikenal dengan istilah skill dalam menjalani kehidupannya.[11]
Problema pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini, tanpa terkecuali pendidikan Islam dan pendidikan agama Islam di antaranya adalah: 1) masih rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan, 2) masih rendahnya mutu dan relevansi pendidikan; 3) masih lemahnya manajemen pendidikan, di samping belum terwujudnya keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi di kalangan akademisi dan kemandirian.
Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengatasi masalah pendidikan lebih khusus pendidikan Islam, misalnya penggantian kurikulum nasional dan lokal dari kurikulum 2006 atau yang lebih dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi kurikulum 2013, namun dengan melalui penggantian kurikulum ini bukannya menyelesaikan permasalahan pendidikan tapi justru malah menambah permasalahan baru dalam pendidikan di negeri ini.
Usaha selanjutnya dalam mengatasi problema pendidikan yaitu peningkatan kompetensi dan konvensasi guru melalui pelatihan dan sertifikasi, pengadaan buku dan alat pelajaran, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu manajemen sekolah. Terlebih dalam pengelolaan pendidikan Islam yang merupakan salah satu segi penopang kehidupan yang urgen untuk membangun peradaban dan menjadikan manusia yang lebih baik dan berkarakter serta penuh dengan “keridhaan” Tuhan. Pengelolaan pendidikan Islam dan pendidikan agama Islam yang profesional dan bermutu bukan merupakan hal yang mudah bagi seorang pendidik atau lembaga pendidikan di negeri ini.
Dunia pendidikan Islam dan pendidikan Agama Islam merupakan tempat yang penuh dengan liku-liku permasalahan yang secara subtansial bisa dikatakan sebagai cawah candradimuka pemeras waktu, tenaga, biaya dan pikiran dalam membentuk manusia yang paripurna. Oleh sebab itu, yang paling inti di dalamnya adalah pola manajemen pengembangan kelembagaan dan kependidikan yang akan menjadi barometer keberhasilan pendidikan Islam itu sendiri dalam peningkatan mutunya.[12]
Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan Islam dan pendidikan agama Islam belum menunjukan peningkatan yang berarti. Sebagian mutu pendidikan Islam dan pendidikan agama Islam di negeri ini, terutama di pulau Jawa, menunjukan peningkatan mutu pendidikan yang cukup signifikan dan menggembirakan, namun sebagian mutu pendidikan Islam lainnya yang berada di Kalimantan, Sulawesi, dan Papua serta daerah lainnya masih memprihatinkan. Secara fungsional, pendidikan Islam pada dasarnya ditujukan untuk memelihara dan mengembangkan manusia seutuhnya (insan kamil) yakni manusia berkualitas sesuai dengan pandangan Islam.[13] 
Mengkaji dan mengembangkan pendidikan Islam dan pendidikan agama Islam untuk melahirkan manusia-manusia unggul (insan kamil) dengan berpegang teguh kepada al-Qur’an dan Sunnah (selain nalar juga wahyu)[14] merupakan suatu bentuk kemutlakan pada ranah teoritis-normatif maupun aplikatif-normatif. Artinya, al-Qur’an dan Sunnah merupakan nilai normatif yang “harus” dijadikan sebagai kerangka yang bermuara pada pandangan hidup, sikap hidup, dan tujuan hidup (way of life) yang semuanya harus bernapaskan Islam dan dijiwai oleh ajaran-ajaran yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah.
Berangkat dari rasional di atas sebagai ikhtiar untuk membumilandaskan revolusi mental peserta didik dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam, maka penulis melakukan pemetaan kegiatan dalam sebuah rancangan program peningkatan mutu yang dituangkan dalam karya tulis ilmiah yang berjudul Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Berprestasi Dan Berdedikasi Yang Profesional Dan Bermartabat Siap Membumilandaskan Revolusi Mental Bagi Peserta Didik Dalam Menyiapkan Generasi Emas 2045; Desain Peningkatan Mutu Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 2 Sintang Kabupaten Sintang”.
Adapun yang menjadi fokus pembahasan dalam karya tulis ilmiah ini ialah (1) pengertian pendidikan Islam dan ruang lingkupnya, (2) pengertian pendidikan agama Islam, (3) kondisi obyektif pendidikan Islam dewasa ini,  (4) revolusi mental peserta didik melalui pendidikan agama Islam menuju generasi emas 2045, (5) manajemen mutu dalam pendidikan Islam, (6) tantangan peningkatan mutu pendidikan agama Islam di SMPN 2 Sintang, (7) desain program peningkatan mutu pendidikan agama Islam di SMPN 2 Sintang.
B.       TUJUAN dan MANFAAT
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah; (1) sebagai salah satu persyaratan untuk mengikuti pemilihan guru berprestasi dan berdedikasi tahun 2015, (2) untuk mengoptimalisasikan implementasi revolusi mental melalui usaha peningkatan mutu pendidikan agama Islam melalui desain program. Sedangkan manfaatnya secara praktis diharapkan dapat memberikan perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan agama Islam di SMPN 2 Sintang.
C.      PEMBAHASAN
1.    Pengertian Pendidikan Islam
Muhammad Hamid An-Nashir dan Qullah Abdul Qadir Darwis mendefinisikan pendidikan Islam sebagai proses pengarahan perkembangan manusia pada sisi jasmani, akal, bahasa, tingkah laku, dan kehidupan sosial keagamaan yang diarahkan pada kebaikan menuju kesempurnaan.[15]  Sementara itu Omar Muhammad At-Taumi Asy-Syaibani sebagaimana dikutip oleh M. Arifin, menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadi atau kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan di alam sekitarnya.[16]  Sedangkan menurut Achmadi yang dimaksud dengan pendidikan Islam adalah segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam.[17]
Pendidikan Islam dalam wacana umum merujuk pada tiga pengertian yang merupakan satu kesatuan, yaitu : Pertama, pendidikan menurut Islam atau pendidikan Islami, yakni pendidikan yang dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Dalam pengertian ini, pendidikan Islam dapat berwujud pemikiran dan teori pendidikan yang mendasarkan diri atau dikembangkan dari sumber-sumber dasar tersebut.
Kedua, pendidikan keislaman atau pendidikan agama Islam yakni upaya pendidikan agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya agar menjadi pandangan dan sikap hidup seseorang. Dalam pengertian yang kedua ini pendidikan Islam dapat berujud: (a) segenap kegiatan yang dilakukan seseorang atau suatu lembaga tertentu untuk membantu seseorang atau sekelompok peserta didik dalam menanamkan dan menumbuhkembangkan ajaran Islam dan nilai-nilainya, (b) segenap fenomena atau peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah tertanamnya dan tumbuhkembangnya ajaran Islam dan nilai-nilainya pada salah satu atau beberapa pihak.
Ketiga, pendidikan dalam Islam atau proses dan praktik penyelenggaraan pendidikan yang berlangsung dan berkembang dalam sejarah umat Islam, baik Islam sebagai agama, ajaran, maupun sistem budaya dan peradaban sejak zaman nabi Muhammad saw sampai sekarang. Jadi dalam pengertian ini istilah pendidikan Islam dapat dipahami sebagai pembudayaan dan warisan ajaran agama, budaya, dan peradaban umat Islam dari generasi ke generasi sepanjang sejarahnya.[18] Walaupun istilah pendidikan Islam dapat dipahami dengan cara yang berbeda, namun pada hakikatnya merupakan satu kesatuan dan mewujud secara operasional dalam satu sistem yang utuh.
2.    Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pengertian pendidikan agama Islam dalam Garis-Garis Besar Pengajaran dinyatakan bahwa:
"Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, bimbingan pengajaran atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam lingkungan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional".[19]

Adapun pengertian pendidikan agama Islam menurut para ahli, diantaranya, adalah:
a)    Marimba, menyatakan bahwa: "Pendidikan agama adalah bimbingan jasmani rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menuju ukuran Islam".[20]
b)   Zuhairani dkk, mendefinisikan “Pendidikan agama Islam adalah usaha secara sistematis dalam membentuk anak didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam”.[21]
c)    Menurut M. Arifin, pendidikan agama Islam adalah ”usaha-usaha secara sadar untuk menanamkan cita-cita keagamaan yang mempunyai nilai-nlai lebih tinggi daripada pendidikan lainnya karena hal tersebut menyangkut soal iman dan keyakinan”.[22]
d)   Menurut Abdurrahman An Nahlawi, pendidikan agama Islam adalah “merealisasikan penghambaan kepada Allah dalam kehidupan manusia baik secara individu maupun secara sosial”.[23]
Dari definisi di atas dapatlah penulis pahami, bahwa  yang dimaksud dengan pendidikan agama Islam adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan sistematis yang diberikan melalui bimbingan kepada siswa baik secara jasmani maupun rohani berdasarkan ajaran agama Islam, bertujuan untuk menyiapkan siswa agar mampu memahami, terampil melakukan dan konsisten dalam mengamalkan ajaran agama Islam dikehidupan sehari-hari. Sehingga dengan demikian seluruh aspek kehidupan siswa akan sesuai dengan tuntunan agama Islam.
3.    Kondisi Obyektif Pendidikan Islam Dewasa ini
Indonesia merupakan negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia. Pada dekade 1990an, Indonesia pernah disebut-sebut sebagai sebuah negara yang akan memunculkan kembali kejayaan Islam. Hal ini bukan tidak mendasar, karena menurut beberapa penelitian yang mengangkat fenomena islamisasi di kawasan ini sangat akseleratif bahkan berimbas pada skala makro yaitu di Asia Tenggara.[24]  Sayangnya yang dirasakan sampai sekarang adalah bahwa pendidikan Islam baik secara kelembagaan, proses, input maupun outputnya belum menunjukan data yang sangat menggembirakan.
Pada ranah institusional, banyak ditemui lembaga pendidikan Islam yang secara fisik belum memadai atau layak secara standar kualitas sarana dan prasarana. Walupun dalam penyelenggaraannya diiringi motif dakwah dan penanaman ajaran Islam, namun masih jauh dari mutu standar penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas. Jika dilihat dari prespektif manajemen, maka pengelolaannya masih sangat konvensional. Implikasinya adalah kualitas output yang ditelurkannya kurang atau bahkan jauh dari standar mutu pendidikan global. Walupun pada tataran riil ada produk lembaga pendidikan Islam yang mungkin melebihi kualitas sekolah umum, tetapi data ini belum representatif untuk mewakili komunitas lembaga pendidikan Islam secara keseluruhan.
Berdasarkan data Human Development Indexs Report 1999, melaporkan bahwa pembangunan pendidikan Islam di Indonesia masih tertinggal dari negara-negara lain. Bahkan dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, kita berada diurutan 105, jauh di bawah Singapura (22), Brunai (25), Malaysia (56), Thailand (67), dan Srilanka (90).[25]  Sedangkan penelitian tahun 2000, peringkat mutu pendidikan Indonesia menurun menjadi urutan ke-109.[26]  Hasil penelitian PBB (UNDP) tahun 2000 menunjukan bahwa kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia menduduki urutan ke-109 dari 174 negara yang diteliti.[27]  Bahkan pada tahun 2009, Indonesia pun masih menduduki urutan ke-111 dari 182 negara, atau sangat jauh dibandingkan dengan negara tetangga.[28]
Dari deskripsi tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan di Indonesia yang berpenduduk mayoritas beragama Islam tertinggal jauh dibanding negara yang lainnya. Tentunya di dalamnya termasuk pula pendidikan Islam di Indonesia. Hal ini perlu mendapatkan perhatian serius pada lembaga pendidikan Islam formal, maupun non formal untuk memainkan peran signifikan pada arah pengelolaannya. Artinya diperlukan manajemen yang bermutu dalam pengembangan lembaga pendidikan Islam yang profesional sebagai jawaban atas problematika tersebut lebih-lebih dalam konteks otonomi pendidikan dewasa ini.
4.    Revolusi Mental Peserta Didik Melalui PAI Menuju Generasi Emas 2045
Secara terminologi ada dua kata yang memerlukan penjelasan secara eksplisit yaitu revolusi dan mental. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, revolusi adalah perubahan yang cukup mendasar dalam suatu bidang. Sedangkan mental adalah bersangkutan dengan batin dan watak manusia, yang bukan bersifat badan dan tenaga. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa revolusi mental adalah kondisi yang berhubungan dengan keadaan kejiwaan, roh, spiritual dan nilai-nilai (vested interest) yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang dalam sebuah ruang lingkup kecil atau bahkan sebuah Negara.
Adapun dalam prespektif Islam kata revolusi mental memiliki sinonim dengan istilah akhlak. Menurut Ibrahim Anis, “Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macama-macam perbuatan baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikirian dan pertimbangan”.[29] 
Pendidikan memiliki peran yang sangat strategis bagi usaha untuk melakukan revolusi mental warga Negara Indonesia. Karena dalam tujuan pendidikan nasional sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal I menyatakan bahwa;
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.[30]

Adapun tujuan dari pendidikan agama Islam sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 dinyatakan bahwa “Pendidikan agama bertujuan untuk berkembangnya kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan penguasaannya dalam ilmu, teknologi, dan seni”.
Revolusi mental peserta didik melalui pendidikan agama Islam dapat dilakukan melalui kegiatan belajar mengajar baik intra maupun ekstra.[31] Oleh karena itu guru PAI harus terus berupaya melakukan perubahan paradigma dalam melakukan proses pembelajaran PAI. Adapun revolusi mental peserta didik melalui PAI ini antara lain;
a)    Meningkatnya kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual dan kecerdasan leadership.
b)   Memiliki ghirah (kemauan) yang kuat untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan keislaman.
c)    Berupaya menghindari dan meninggalkan pergaulan bebas dan perilaku tercela.
d)   Memiliki akhlak mulia atau berkepribadian Islami.
e)    Berupaya menjaga kebersihan dan kesucian diri dan lingkungan dari hal-hal yang kotor dan najis.
f)    Rajin membantu orangtua dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi.
g)   Taat melaksanakan ibadah wajib dan ibadah sunnah.
Revolusi mental peserta didik melalui PAI, tentunya haruslah mendapatkan dukungan penuh dari Pemerintah melalui penambahan alokasi waktu sebagaimana yang tertuang pada Kurikulum 2013 dari 2 jam pelajaran menjadi 3 jam pelajaran. Kemudian dari kepala sekolah, guru mata pelajaran lainnya, komite dan yang tidak kalah pentingnya adalah peserta didik itu sendiri. Dengan demikian apa yang telah dicanangkan oleh Pemerintah tentang revolusi mental menuju generasi emas 2045 akan teralisasi dengan baik.
5.    Manajemen Mutu Dalam Pendidikan Islam
Menurut kamus ilmiah populer manajemen mempunyai arti pengelolaan usaha, kepengurusan, ketatalaksanaan penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran yang diinginkan.[32]  Secara etimologis, kata manajemen berasal dari kata managio yang berarti pengurusan atau managiare yaitu melatih dalam mengatur langkah-langkah, atau dapat juga berarti getting done through other people.
Ada juga yang berpandangan lain bahwa dari sudut istilah, manajemen berasal dari manage. Kata ini, berasal dari Italia; managgiare yang secara harfiah berarti menangani atau melatih kuda, secara maknawi berarti memimpin, membimbing, atau mengatur. Sehingga dari asal kata ini, manajemen dapat diartikan sebagai pengurusan, pengendalian, memimpin atau membimbing.[33] 
Menurut para ahli manajemen adalah proses mendayagunakan orang atau sumber lainnya untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.[34]  Nanang Fattah memberikan batasan tentang istilah manajemen bahwa manajemen merupakan proses merencana, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.[35]
Sementara itu menurut Malayu Hasibuan memberikan definisi bahwa manajemen sebagai ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu.[36]  Oemar Hamalik memberikan batasan definisi manajemen sebagai suatu proses sosial yang berkenaan dengan keseluruhan usaha manusia dengan bantuan manusia lainnya serta sumber-sumber lain, menggunakan metode yang efisien dan efektif untuk mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya.[37]
Dari berbagai definisi-definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen adalah ilmu atau seni yang mengatur tentang proses pendayagunaan sumber daya manusia maupun sumber-sumber lainnya yang mendukung pencapaian tujuan secara efektif dan efisien. Dari pengertian ini dapat diangkat suatu bentuk pemahaman bahwa dalam manajemen ada sebuah proses yang merupakan bentuk kemampuan atau keterampilan memperoleh hasil dalam rangka mencapai tujuan melalui kegiatan-kegiatan organisasi. Proses ini meliputi tahapan awal berupa perencanaan (planning), mengorganisasi (organizing), memimpin (guiding) dan mengendalikan (controlling) sampai pada pencapaian tujuan.
Selanjutnya yang berkaitan dengan mutu dalam dunia manajemen, mutu mempunyai arti kualitas, derajat, tingkat.[38]  Dalam bahasa Inggris, mutu diistilahkan dengan “quality”.[39]  Sedangkan dalam bahasa Arab disebut dengan istilah “juudah”.[40] Secara terminologi istilah mutu memiliki pengertian yang cukup beragam, mengandung banyak tafsir dan pertentangan. Hal ini disebabkan karena tidak ada ukuran yang baku tentang mutu itu sendiri. Sehingga sulit kiranya untuk mendapatkan sebuah jawaban yang sama, apakah sesuatu itu bermutu atau tidak.
Namun demikian ada kriteria umum yang telah disepakati bahwa sesuatu itu dikatakan bermutu, pasti ketika bernilai baik atau mengandung makna yang baik. Secara esensial istilah mutu menunjukan kepada sesuatu ukuran penilaian atau penghargaan yang diberikan atau dikenakan kepada barang dan atau kinerjanya.[41] Menurut B. Suryobroto, konsep mutu mengandung pengertian makna derajat keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa, baik yang tangible maupun intangible.[42] 
Dari beberapa pengertian diatas, mutu mempunyai makna ukuran, kadar, ketentuan dan penilaian tentang kualitas sesuatu barang maupun jasa (produk) yang mempunyai sifat absolut dan relatif. Dalam pengertian yang absolut, mutu merupakan standar yang tinggi dan tidak dapat diungguli. Biasanya disebut dengan istilah baik, unggul, cantik, bagus, mahal, mewah dan sebagainya.[43]
Jika dikaitkan dengan konteks pendidikan, maka konsep mutu pendidikan adalah elit, karena hanya sedikit institusi yang dapat memberikan pengalaman pendidikan dengan mutu tinggi kepada anak didik. Dalam pengertian relatif, mutu memiliki dua pengertian. Pertama, menyesuaikan diri dengan spesifikasi. Kedua, memenuhi kebutuhan pelanggan.[44] Mutu dalam pandangan seseorang terkadang bertentangan dengan mutu dalam pandangan orang lain, sehingga tidak aneh jika ada pakar yang tidak mempunyai kesimpulan yang sama tentang bagaimana cara menciptakan institusi yang baik.[45] 
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen mutu adalah ilmu atau seni yang mengatur tentang proses pendayagunaan sumber daya manusia maupun sumber-sumber lainnya yang mendukung pencapaian tujuan secara efektif dan efisien. berdasarkan ukuran, kadar, ketentuan dan penilaian tentang kualitas sesuatu barang maupun jasa (produk) sesuai dengan kepuasan pelanggan. Manajemen mutu dalam pendidikan (Islam) lebih populer dengan sebutan istilah Total Quality Education (TQE). Secara filosofis, konsep ini menekankan pada pencarian secara konsisten terhadap perbaikan yang berkelanjutan untuk mencapai kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Strategi yang dikembangkan dalam penggunaan manajemen mutu dalam dunia pendidikan adalah institusi pendidikan memposisikan dirinya sebagai institusi jasa atau dengan kata lain menjadi industri jasa. Yakni institusi yang memberikan pelayanan (service) sesuai dengan apa yang diinginkan pelanggan (custumer).
Manajemen pendidikan mutu berlandaskan kepada kepuasaan pelanggan sebagai sasaran utama. Pelanggan pendidikan ada dua aspek, yaitu; pelanggan internal dan pelanggan eksternal.[46]  Pendidikan berkulitas apabila :
a)         Pelanggan internal (kepala sekolah, guru, dan karyawan) berkembang baik fisik maupun psikis. Secara fisik antara lain mendapatkan imbalan finasial. Sedangkan secara psikis adalah bila mereka diberi kesempatan untuk terus belajar mengembangkan kemampuan, bakat dan kreativitasnya.
b)        Pelanggan eksternal :
1)   Eksternal primer (para siswa) : Menjadi pembelajar sepanjang hayat, komunikator yang baik, punya keterampilan dalam kehidupan sehari-hari, integritas tinggi, pemecah masalah, dan pencipta pengetahuan serta menjadi warga negara yang bertanggungjawab.
2)   Eksternal sekunder (orang tua, pemerintah, dan perusahaan) : Para lulusan dapat memenuhi harapan orang tua, pemerintah, dan perusahaan dalam hal menjalankan tugas-tugas yang diberikan kepadanya.
3)   Eksternal tersier (pasar kerja dan masyarakat luas) : Para lulusan memiliki kompetensi dalam dunia kerja dan pengembangan masyarakat, sehingga mempengaruhi pada pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan rakyat, dan keadilan sosial.
Maka dari itu, untuk memposisikan institusi pendidikan Islam sebagai industri jasa harus memenuhi standar mutu. Institusi dapat disebut bermutu, harus memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Secara operasional, mutu ditentukan dua faktor, yaitu terpenuhinya spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya dan terpenuhinya spesifikasi yang diharapkan menurut tuntutan dan pengguna jasa. Mutu yang pertama disebut, mutu sesungguhnya, mutu yang kedua disebut mutu persepsi.
Standar mutu produksi dan pelayanan diukur dengan kriteria sesuai dengan spesifikasi, cocok dengan tujuan pembuatan dan penggunaan, tanpa cacat, dan selalu baik sejak awal. Mutu dalam persepsi diukur dari kepuasaan pelanggan atau pengguna, meningkatnya minat dan harapan serta kepuasaan pengguna. Dalam penyelenggaraannya mutu sesungguhnya merupakan profil lulusan institusi pendidikan yang sesuai dengan kualifikasi tujuan pendidikan, yang berbentuk standar kemampuan dasar berupa kualifikasi akademik minimal yang dikuasai peserta didik. Sedangkan pada mutu persepsi pendidikan adalah kepuasaan dan bertambahnya minat pelanggan eksternal terhadap lulusan institusi pendidikan.
6.    Tantangan Peningkatan Mutu PAI di SMPN 2 Sintang
Perkembangan zaman (globalisasi) membawa pengaruh besar terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi baik yang bersifat positif maupun negatif sehingga membawa dampak terhadap perubahan cara belajar dan mutu pembelajaran bagi siswa. Tidak seorang pun siswa yang dapat menghindari dari arus globalisasi baik yang belajar di sekolah negeri maupun sekolah swasta dari tingkat SD, SMP, SMA dan SMK tanpa terkecuali siswa SMP Negeri 2 Sintang.
Dampak negatif dari perkembangan zaman (globalisasi) tersebut bagi siswa SMP Negeri 2 Sintang akan  mempengaruhi mutu pembelajaran, baik pembelajaran umum maupun pembelajaran pendidikan agama Islam. Seiring dengan dampak negatif  yang dirasakan siswa yang diakibatkan perkembangan zaman (globalisasi), tugas dan peran guru PAI dari hari ke hari semakin berat, penulis tentu akan menghadapi tantangan yang tidaklah ringan dalam menghadapi perkembangan globalisasi yang semakin pesat karena dalam perkembangan itu berdampak pada pergeseran nilai-nilai kehidupan, perubahan cara belajar dan mutu pembelajaran bagi siswa, sehingga sebagai penulis harus mampu mempertahankan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan secara Islami dan meningkatkan mutu pembelajaran PAI  bagi siswa SMP Negeri 2 Sintang di tengah arus globalisasi yang pesat.
Ada 2 (dua) faktor menjadi tantangan yang dihadapi penulis di dalam mempertahankan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan secara Islami dan meningkatkan mutu pembelajaran PAI  bagi siswa SMP Negeri 2 Sintang di tengah arus globalisasi yang pesat sebagai berikut:
a)   Faktor Tantangan Eksternal Sekolah
1)   Faktor Pengaruh Hiburan
Akibat pengaruh perkembangan zaman (globalisasi) dan iptek telah terjadi pergeseran nilai-nilai yang ada dalam kehidupan siswa. Nilai-nilai tradisional yang sangat menjunjung tinggi moralitas kini sudah bergeser seiring dengan pengaruh perkembangan zaman (globalisasi) iptek dan globalisasi. Di kalangan siswa begitu terasa akan pengaruh iptek dan globalisasi. Pengaruh hiburan baik cetak maupun elektronik (majalah, novel, tv, handphone, laptop dan internet)  yang menjurus pada hal-hal pornografi telah menjadikan siswa tergoda dengan kehidupan yang menjurus pada pergaulan bebas dan materialistik. Ada oknum siswa yang menyalahgunakan fungsi handphone dan laptop serta internet untuk hal-hal yang negatif dan kurang bermanfaat. Belum lagi hiburan konser group band yang jadwalnya sering menganggu waktu siswa untuk belajar dan beribadah (sholat).
2)   Faktor Pengaruh Keluarga (orangtua)
Orangtua yang kurang perhatian terhadap pendidikan agama yang berkelanjutan, setiap siswa yang bersekolah di SMP Negeri 2 Sintang berasal dari keluarga (orangtua) yang memiliki karakter yang beraneka ragam, ada yang kehidupan keluarganya yang sangat religius, religius, religius musiman dan ada yang religius akan berpindah alam. Belum lagi ada salahsatu orangtua siswa yang muallaf, dengan memiliki latar belakang kehidupan keluarga siswa yang beraneka ragam tersebut sehingga merupakan salahsatu tantangan bagi penulis dalam mengajar dan mendidik dan meningkatkan mutu pendidikan agama Islam.
3)   Faktor Pengaruh Asal Sekolah Siswa
Sekolah asal siswa merupakan salah satu faktor yang menjadi tantangan bagi penulis dalam meningkatakan mutu pembelajaran PAI di SMP Negeri 2 Sintang, karena yang menjadi siswa di SMP Negeri 2 Sintang berasal dari SD yang ada di wilayah Kabupaten Sintang. Sedangkan tidak semua SD yang memiliki guru PAI yang berkualifikasi pendidikan agama Islam, bahkan ada SD yang tidak sama memiliki guru PAI, dengan demikian ada siswa yang benar-benar belum mengerti dengan pendidikan agama Islam sehingga akan mempengaruhi semangat belajar siswa dan mutu pembelajaran PAI.
4)   Faktor Pengaruh Kehidupan Sosial
Seperti kriminalitas, kekerasan, pengangguran dan kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat. Akibat perkembangan industri dan kapitalisme maka muncul masalah-masalah sosial yang ada dalam masyarakat. Tidak semua lapisan masyarakat bisa mengikuti dan menikmati dunia industri dan kapitalisme. Mereka yang lemah secara pendidikan, akses dan ekonomi akan menjadi ganasnya industrialisme dan kapitalisme. Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang formal dan sudah mendapat kepercayaan dari masyarakat harus mampu menghasilkan peserta didik yang siap hidup dalam kondisi dan situasi bagaimanapun. Dunia pendidikan harus menjadi solusi dari suatu masalah sosial bukan menjadi bagian bahkan penyebab dari masalah sosial tersebut.
5)   Faktor Pengaruh Perkembangan IPTEK
Pengaruh negatif dari perkembangan teknologi, seperti internet, play station dan lain-lain, sangatlah berpengaruh kepada semangat siswa dalam belajar dan beribadah. Sangat sedikit sekali siswa yang mau mengulangi pelajaran sekolah di rumahnya masing-masing, dan tidak sedikit siswa yang diwaktu sholat dan mengaji dipergunakan hanya untuk bermain di warnet yang ada di kota Sintang.
6)   Faktor Pengaruh Kebijakan Pemerintah
Diantara tantangan yang dihadapi penulis didalam mengembangkan nilai-nilai kehidupan secara Islami dan meningkatkan mutu pembelajaran PAI  bagi siswa SMP Negeri 2 Sintang yaitu salah satunya adalah efek dari kebijakan pemerintah yang secara sadar atau tidak telah mendikotomikan antara pendidikan agama Islam dengan pendidikan non agama yang meliputi sedikitnya alokasi jam pelajaran pendidikan agama Islam sangat minim hanya  dialokasikan waktu 2 (dua) jam dalam satu minggu, dan kebijakan kurikulum yang terkesan bongkar pasang. Kemudian pendidikan agama Islam bukanlah merupakan salah satu mata pelajaran yang menentukan kelulusan dan penentuan rangking kelas siswa.
Dengan demikian mata pelajaran pendidikan agama Islam dipandang dan mendapatkan nilai stigma negatif sebagai ilmu yang hanya mengurus aspek kehidupan akhirat, pahala, dosa, halal, haram, surga dan neraka semata. Efek dari pengaruh kebijakan pemerintah yang dinilai penulis agak sedikit keliru dan kurang  melaksanakan amanat UUD 1945 dan undang-undang sistem pendidikan nasional membuat sebagian masyarakat, orang tua dan siswa memandang dengan sebelah mata terhadap mata pelajaran pendidikan agama Islam.
Karena itu pengembangan pendidikan agama Islam hanya berkisar pada aspek kehidupan ukhrowi yang terpisah dengan kehidupan duniawi, atau aspek kehidupan rohani yang terpisah dengan kehidupan jasmani pendidikan agama Islam hanya mengurusi persoalan ritual dan spiritual. Sementara kehidupan politik, ekonomi, ilmu pengetahuan teknologi dan sebagainya dianggap sebagai urusan duniawi yang menjadi bidang garapan pendidikan umum (non agama) pandangan dikotomis inilah yang menimbulkan dualisme dalam sistem pendidikan. Istilah pendidikan agama dan pendidikan umum atau ilmu agama dan ilmu umum.
b)   Faktor Tantangan Internal Sekolah           
1)   Faktor Siswa 
Siswa merupakan salah satu tantangan bagi penulis dalam peningkatan mutu pembelajaran PAI di SMP Negeri 2 Sintang. Disebabkan oleh kemampuan yang sangat beragam, karakteristik yang beragam, kemampuan awal yang lemah, latar belakang kehidupan keluarga, asal sekolah dan lingkungan masyarakat. Siswa yang memiliki kemampuan yang rendah terhadap ilmu pengetahuan agama Islam akan mengalami tingkat kesulitan didalam menerima pembelajaran PAI, begitu juga siswa yang berasal dari keluarga dan lingkungan masyarakat yang jauh dari nilai-nilai kehidupan Islami juga akan mengalami kesulitan didalam Pembelajaran PAI. Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis pada tahun pelajaran 2011/2012, terdeskripsikan kemampuan siswa dalam memahami pengetahuan agama Islam, terutama pada bidang ibadah shalat dan membaca al-Qur’an. Lihat grafik di bawah ini:
Tahun Pelajaran 2011/2012
No
Kelas
Jumlah
Jumlah
Rombel
1.
2.
3.
VII
VIII
XII
8
9
9
288 orang
355 orang
342 orang
Jumlah
26 Rombel
985 orang
                Sumber Data TU SMP Negeri 2 Sintang


Data siswa SMP Negeri 2 Sintang berdasarkan agama                                                      Tahun Pelajaran 2011/2012
No
Agama
Jumlah (orang)
%
1
Islam
575
58,38
2
Katolik
255
25,89
3
Kristen
150
15,23
4
Hindu
-
-
5
Budha
5
0,5

Jumlah
985

                Sumber Data TU SMP Negeri 2 Sintang
Dari tabel data siswa SMP Negeri 2 Sintang berdasarkan agama, maka siswa yang beragama Islam jika dirata-ratakan hampir mencapai angka 58,38 % lihat grafik di bawah ini :
Sumber Data GPAI SMP Negeri 2 Sintang
Data Siswa beragama Islam yang sudah hafal bacaan sholat dan bisa mempraktekannya
No
Siswa
Jumlah
%
1
Siswa yang bisa
215
37,4
2
Siswa yang belum bisa
360
62,6
Jumlah
575

Sumber Data GPAI SMP Negeri 2 Sintang
Sumber Data GPAI SMP Negeri 2 Sintang
 Data Siswa beragama Islam yang sudah bisa dan yang belum bisa membaca Al-Qur’an dan Iqro’
No
Kategori Siswa
Jumlah (orang)
%
1
Siswa yang bisa membaca Al-Qur’an dengan baik dan fasih
107
18,60
2
Siswa yang bisa membaca Al-Qur’an kurang baik dan fasih
173
30,1
3
Siswa yang membaca Iqra’ Jilid 3 s/d 6
186
32,35
4
Siswa yang belum bisa membaca Iqra’ Jilid 1-2
109
18,95
Jumlah
575

Sumber Data GPAI SMP Negeri 2 Sintang
Sumber Data GPAI SMP Negeri 2 Sintang
2)   Faktor Pengaruh Guru Mata Pelajaran Non Pendidikan Agama
Guru SMP Negeri 2 Sintang mayoritas beragama Islam akan tetapi tidak semua guru tersebut yang mendukung penulis dan guru PAI lainnya dalam upaya peningkatan mutu pembelajaran PAI melalui program kegiatan keagamaan seperti Imtaq, Mabit, Dzikir dan Do’a serta PHBI, ada yang beragapan bahwa kegiatan tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab semata guru PAI.
3)   Faktor Sarana dan Prasarana
Salah satu yang menjadi kendala peningkatan mutu pembelajaran PAI di SMP Negeri 2 Sintang  bagi penulis adalah minimnya sarana prasarana media pembelajaran  PAI yang berbasis teknologi. Padahal penulis sudah berupaya melakukan inovasi dan kreasi pembelajaran PAI agar siswa semakin bersemangat dalam belajar, akan tetapi karena keterbatasan sarana prasarana sehingga proses pembelajaran kadang lebih sering dilakukan di masjid Al-Kautsar yang keberadaannya disekitar sekolah.
7.    Desain Program Peningkatan Mutu PAI di SMPN 2 Sintang
Proses penjaminan mutu diawali dari mengidentifikasi aspek pencapaian dan prioritas peningkatan, penyediaan data sebagai dasar perencanaan dan pengambilan keputusan  serta membantu membangun budaya peningkatan mutu berkelanjutan. Pencapaian mutu pendidikan untuk pendidikan dasar dan menengah dikaji berdasarkan delapan standar nasional pendidikan dari Badan Standar nasional Pendidikan (BSNP). Penjaminan mutu secara langsung tentu saja memiliki kontribusi terhadap peningkatan mutu pendidikan.
Penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah di Indonesia  berkaitan dengan tiga aspek utama yaitu: (1) pengkajian mutu pendidikan, (2) analisis dan pelaporan mutu pendidikan, dan (3) peningkatan mutu dan penumbuhan budaya peningkatan mutu yang berkelanjutan. Khususnya pada aspek pertama, secara sederhana diartikan bahwa dalam aspek pengkajian mutu pendidikan di dalamnya perlu ada pemetaan dan penetapan langkah yang perlu dilakukan untuk pencapaian mutu. 
Kegiatan pemetaan salah satunya melalui rancangan yang dilakukan guru dari masing-masing satuan mata pelajaran untuk meningkatkan mutunya, salah satunya adalah guru pendidikan agama Islam.  Adapun kegiatan penetapan langkah pencapaian mutu adalah rencana dilakukan secara sistematis, rasional, dan terukur serta dirumuskan oleh satuan pendidikan untuk memenuhi pencapaian mutu pendidikan.
Untuk mencapai mutu, ternyata tidak setiap guru dari satuan mata pelajaran mampu melakukannya tanpa terkecuali guru pendidikan agama Islam. Banyak faktor yang menjadi kendala dan penghambat sehingga mereka tidak mampu melakukannya. Berdasarkan hasil penelitian secara mendalam, pendidikan agama Islam yang ada selama ini belum mampu memberikan mutu sesuai dengan apa yang menjadi fungsi dan tujuannya. Pendidikan agama Islam, muatan materinya masih bersifat normatif dan dogmatis, yang pembahasan materi lebih dominan tentang halal-haram, pahala-dosa, baik-buruk, dan lain sebagainya. Begitu juga metode/strategi/model pembelajan masih bersifat konvensional.
 Belum lagi doktrin paham (mazhab) keagamaan sepihak, yang ditanamkan oleh guru pendidikan agama Islam sehingga akan memberikan pengaruh kepada peserta didik dalam memahami agama secara eksklusif dan rigid.  Menurut M. Amin Abdullah, pendidikan agama Islam yang diajarkan selama ini masih bersifat statis (kaku) dan bersifat monokultur baik kurikulum, materi dan metode pembelajarannya, dengan mengabaikan keunikan dan pluralitas, memasung pertumbuhan pribadi yang kritis dan kreatif  dimana materi yang diajarkan selama ini lebih disibukkan oleh urusan kalangan sendiri (individual affairs) dalam bentuk al-ahwal al-syakhsiyyah (individual morality) dan kurang peduli pada isu-isu umum dalam bentuk al-ahwal al-ammah (public morality).[47]  Pola pendidikan agama Islam semacam inilah yang dalam perkembangannya cenderung didasarkan kepada semangat kelompok. Ada beberapa bentuk keberagamaan yang berdasarkan kepada semangat kelompok (firqah) yaitu parokialisme, sektarianisme, ghettoisme, tribalisme, fasisme dan ekslusivisme.[48]  
Seorang guru pendidikan agama Islam dituntut harus memiliki pengetahuan, wawasan, dan pengamalan keislaman yang komprehensif, inklusif dan multikultural, sehingga tidak terjebak kepada pemahaman dan pengamalan keislaman yang eksklusif, rigid dan sepihak.  Selain memiliki pengetahuan yang komprehensif akan pemahaman ajaran agama Islam, guru pendidikan agama Islam juga wajib untuk memiliki pemahaman empat kompetensi seorang guru yaitu kompetensi Pedagogik, Akademik, Pribadi, dan Sosial,[49] serta ditambah dengan kompetensi Kepemimpinan.[50]
Kemudian yang paling urgen ialah guru pendidikan agama Islam juga harus memiliki kemauan dan kemampuan untuk terus melakukan refleksi serta transformasi pembelajaran melalui inovasi program. Sudah menjadi sebuah keniscayaan bahwa paradigma pembelajaran yang terpusat pada guru (teacher centered) haruslah ditinggalkan dan digantikan dengan paradigma pembelajaran yang terpusat pada siswa (student centered). Untuk meningkatkan mutu pendidikan agama Islam di SMP Negeri 2 Sintang, penulis perlu melakukan rancangan program kegiatan baik intrakurikuler maupun ekstrakurikuler sebagaimana terdeskripsikan pada siklus. (Lihat hal. 24)






SIKLUS PENINGKATAN MUTU PAI


 




 


 












Dari siklus proses peningkatan mutu PAI, akan penulis deskrifsikan secara umum dan khusus semua draff rancangan tersebut dalam bentuk tabel sehingga memberikan kemudahan penulis dalam menyusun rancangan peningkatan mutu PAI di SMP Negeri 2 Sintang. Adapun jenis kegiatan, yaitu; a) Tahap awal tahun pelajaran meliputi: Rancangan, input, sasaran, alokasi waktu, dan keterangan (Lihat Tabel 1), b) Proses terdiri dari: Kurikulum, materi, strategi/metode, guru, media/sarana, dan penilaian (Lihat Tabel II), dan c) Kegiatan Ekstrakurikuler PAI, mencangkup: Jenis ekskul, materi, strategi/metode, tutor/pemateri, media/sarana, dan output (Lihat Tabel III).

DESAIN PROGRAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
(MATERI, METODE ATAU STRATEGI)
INTRAKURIKULER DAN EKSTRAKURIKULER
KELAS VII, VIII, DAN IX SMP NEGERI 2 SINTANG


a)        AWAL TAHUN PELAJARAN (INPUT)

TABEL I

RANCANGAN PENINGKATAN MUTU PAI
INPUT
SASARAN
ALOKASI WAKTU
KETERANGAN
Rumusan standarisasi mutu PAI diprentasikan pada rapat bersama, kepala sekolah, komite, tim pengem- bang kurikulum sekolah, dan panitia penerimaan siswa baru. Rumusan ini sebagai acuan sekolah dalam menerima siswa baru (khususnya yang beragama Islam)
1.     Rekam jejak siswa semasa SD (khusus yang beragama Islam)
·      Sikap/prilaku
·      Kepribadian
·      Penampilan
Teknik Penilaian:
·      Melihat hasil nilai raport mempersiapkan instrumen penilaian  diri.
·      Gaya berpakaian sesuai norma
2.     Siswa memiliki kemampuan membaca al-Qur’an
Indikator:
·      Siswa bisa membaca al-Qur’an dengan baik
·      Siswa mampu membaca al-Qur’an dengan benar
·      Siswa mengetahui hukum dasar ilmu tajwid
Penilaian:
·      Tes membaca al-Qur’an
·      Tes tertulis dengan materi pemahaman ilmu tajwid
3.     Siswa memiliki pengetahuan tentang bacaan dan tatacara pelaksanaan shalat
Idikator:
·      Siswa hafal bacaan shalat
·      Siswa memiliki kemampuan melaksanakan shalat secara benar
Penilaian:
·      Tes wawancara (hafalan)
·      Tes praktek
4.     Siswa putri (beragama Islam) wajib memakai jilbab pada jam pembelajaran PAI
5.     Kegiatan pendidikan agama Islam di luar jam pelajaran diantaranya:
a.    Hari Besar Islam
·      Maulid
·      Isra’ Mi’raj
·      Tahun Baru Islam
b.    Pengumpulan dan penyaluran zakat, infaq dan sedekah (ZIS)
c.    Tabungan Qurban perbulan Rp. 5000/siswa
d.   Ekstrakurikuler
·      IMTAQ
·      TPA
·      Pesantren Kilat
·      Kajian Islam
·      Mabit
·      Rohis
·      Seni budaya Islam
·      Safari da’wah
·      Bina kerukunan umat beragama
·      Training kepribadian
6.    Shalat Dhuha berjama’ah (sesuai jadwal pelajaran PAI)
7.     Shalat Zuhur berjama’ah
8.    Kriteria kenaikan kelas/kelulusan
Aspek penilaian terdiri dari:
·      Kepribadian (sikap/prilaku, tutur kata, dan penampilan)
·      Nilai mencapai KKM
9.    Setiap awal tahun pelajaran guru PAI menyampaikan 7 point komitmen diri kepada orangtua/wali siswa, yaitu:
·      Siswa bisa baca al-Qur’an secara baik dan benar
·      Siswa hafal al-Qur’an surat
1.    al-Fatihah
2.    an-Nas
3.    al-Falaq
4.    al-Ikhlas
5.    al-Lahab
6.    an-Nashr
7.    al-Kafirun
8.    al-Kautsar
9.    al-Ma’un
10.    al-Quraisy
11.    al-Fiil
12.    al-Humazah
13.    at-Takatsur
14.    al-Qari’ah
15.    al-‘Adiyat
16.    al-Humazah
17.    al-Bayyinah
18.    al-Qadr
19.    al-‘Alaq
20.    at-Tiin
21.    al-Insyirah
22.    adh-Dhuha
·      Siswa bisa melaksanakan shalat dengan baik
·      Siswa berbudi pekerti baik
·      Siswa memiliki sikap Toleran
·      Siswa memiliki sikap Empati
·      Siswa memiliki sikap Disiplin

Uraian Masalah
1.     Mencari informasi latar belakang siswa (keluarga dan sekolah)
2.     Mengidentifikasi siswa yang belum bisa membaca al-Qur’an
3.     Mengklasifikasikan kemampuan siswa dalam membaca al-Qur’an
4.     Mengklasifikasikan siswa berdasarkan hafalan ayat al-Qur’an mulai dari surat al-Fatihah s.d adh-Dhuha
5.     Mengeidentifikasi siswa yang tidak melaksanakan  atau belum bisa melaksanakan shalat
6.     Mengklasifikasikan kemampuan siswa dalam melaksanakan shalat
7.     Mengidentifikasi prilaku negatif siswa:
·      Pergaulan bebas
·      Pacaran
·      Keluar malam
·      Minum alkohol
·      Merokok
·      Berjudi
·      Tawuran
·      Terlibat kriminal
·      Pornografi (menonton dan melihat gambar porno)
·      Pornoaksi (gaya berbicara dan berbusana)
·      Aktif di gang/kelompok yang meresahkan masyarakat dan melanggar peraturan
·      Kurang/tidak hormat dan patuh kepada orangtua serta tidak disiplin dalam lingkungan keluarga
·      Dilingkungan sekolah kurang/tidak disiplin, hormat, patuh kepada pendidik dan tenaga kependidikan, sekuriti, clanning service, pengelola kantin maupun sesama siswa
·      Dilingkungan masyarakat sering tidak menghormati hak orang lain
·      Jarang/tidak terlibat aktif dalam kegiatan agama atau kegiatan sosial


1.    Dapat mengetahui & memahami profil siswa, keluarga, dan asal sekolah
2.    Dapat mengetahui kemampuan siswa dalam membaca al-Qur’an
3.    Dapat mengetahui jumlah hafalan siswa dari surat/ayat al-Qur’an
4.    Dapat membuat program tindak lanjut (ekskul) bagi siswa, misalkan:
·      Bagi siswa yang buta huruf al-Qur’an masuk di kelas IQRA jilid 1-3
·      Bagi siswa yang sudah bisa membaca al-Qur’an namun belum lancar masuk di kelas IQRA’ jilid 4-6
·      Bagi siswa yang sudah lancar bacaan al-Qur’an masuk di kelas al-Qur’an dengan pendalaman materi ilmu tajwid dan pengenalan ilmu tafsir
·      Bagi siswa yang memiliki kemampuan dan keindahan suara masuk di kelas bimbingan tilawah
5.    Dapat mengetahui alasan siswa yang tidak/belum melaksanakan shalat
6.    Dapat membuat program tindak lanjut (ekskul) bagi siswa, misalkan:
·      Bagi siswa yang belum hafal bacaan dan tatacara shalat wajib mengikuti ekskul bimbingan dengan materi fiqih
·      Bagi siswa yang sudah rutin melaksanakan shalat secara munfarid dianjurkan untuk melaksanaka shalat secara berjama’ah di masjid atau mushalla di lingkungan tempat tinggal
·      Siswa diajak/disarankan untuk mengikuti program SMAILING (shalat magrib-isya keliling) yang diselenggarakan oleh Majlis Pendidikan Kader PDM Kab.Sintang
·      Siswa disarankan untuk mengikuti program Meraih Barakah Subuh (shalat subuh keliling) yang diselenggarakan oleh DMI Kab.Sintang
7.    Siswa wajib mengikuti ekskul Mabit dan Training kepribadian
8.    Siswa aktif dan ikhlas mengumpulkan infaq dan sedekah melalui unit ZIS di sekolah
9.    Siswa mengumpulkan dan menyalurkan zakat fitrah bulan Ramadhan melalui unit ZIS di sekolah
10. Siswa aktif dan ikhlas mengumpulkan tabungan qurban.

Selama siswa tercatat sebagai siswa
Persemester dalam tahun pelajaran
Rancangan program peningkatan mutu PAI setelah mendapatkan persetujuan dari kepala sekolah dan komite segera diserahkan kepada:
1.    Bidang kurikulum untuk diproses dan disusun menjadi program kegiatan yang terjadwal dan terstruktur.
2.    Disosialisasikan kepada:
·      Calon siswa baru
·      Siswa lama
·      Orangtua/wali
·      Guru BK
·      Guru/wali kelas
3.    Guru PAI membentuk Panitia ZIS dan Panitia Qurban dengan melibatkan guru mata pelajaran lain dan pengurus ROHIS melalui persetujuan Kepala Sekolah
4.    Mempersiapkan buku tabungan qurban siswa




b)       PROSES
TABEL II

KURIKULUM
MATERI
STRATEGI/METODE
GURU
MEDIA/SARANA
PENILAIAN
Kurikulum yang dipakai/diterapkan disekolah mengacu kepada Peraturan Pemerintah
Materi/bahan ajar disadur dari isi kurikulum yang sudah dikembangkan guru PAI dan Tim pengembang kurikulum sesuai dengan kondisi atau karakteristik siswa
dan sekolah
Materi/bahan ajar yang sudah disusun/ditulis oleh guru (Tim) dicetak menjadi sebuah buku selanjutnya dibagikan kepada siswa
Guru PAI sebagai pengajar, pendidik dan sekaligus pengganti orangtua menjadi figur utama bagi siswa untuk menjadi uswah (contoh) dan qudwah (teladan)
Buku, al-Qur’an LCD, Masjid dan Mushalla serta sarana penunjang lainnya yang relevan dengan PAI
Dalam penilaian guru menggunakan:
1.    Buku pantauan hafalan 22 surat
al-Qur’an
2.    Buku pantauan shalat siswa munfarid atau jama ah  yang dilaku- kan di rumah/ masjid
3.    Instrumen pengama-tan kepribadian atau prilaku siswa di sekolah dan di rumah
4.    Tes tertulis:
·      Tugas harian (PR)
·      Ulangan harian
·      Mid semester
·      Ulangan semester (kognitif)









c)        KEGIATAN EKSTRAKURIKULER PAI
TABEL III

JENIS/WAKTU
MATERI
STRATEGI/METODE
TUTOR/PEMATERI
MEDIA/SARANA
OUTPUT
Kegiatan Ekskul PAI diantaranya:
1.    IMTAQ
2x dalam seminggu
2.    TPA
3x dalam seminggu
3.    Pesantren Kilat
Bulan Ramadhan
4.    Kajian Islam
2x dalam sebulan
5.    Mabit
1x dalam sebulan
6.    Rohis
Harian
7.    Seni budaya Islam
1x dalam seminggu
8.    Safari da’wah
Setelah Mid semester
9.    Bina kerukunan umat beragama
Setiap akhir semester


10. Training kepribadian
2x dalam sebulan
Materi kegiatan ekskul PAI, meliputi:
1.    Aqidah dan Ibadah
2.    Al-Qur’an
·      Iqra
·      Hafalan
·      Tilawah
·      Kaligrafi
·      Tajwid
3.    Puasa dan zakat serta tata cara shalat Idul Fitri
4.     Muamalah
5.    Muhasabah diri
6.    Keorganisasian dan pengembangan diri
7.    Nasyid dan Qasidah
8.    Tentatif menyesuai-kan dengan tempat
yang dikunjungi
9.    Tentatif menyesuai- kan dengan jenis kegiatan yang disepakati dengan guru pendidi-
kan agama Kristen dan Katolik

10. Agama, Kesehatan, Pendidikan, hukum
Strategi atau Metode yang dipergunakan:
1.    Menjadwalkan guru mata pelajaran lain untuk berperan aktif
2.    Menjalin kerjasama dengan instansi pemerintah lain, seperti:
·      Dinas Pendidikan
·      Kemenag Kabupaten Sintang
·      Dinas Kesehatan
·      Polres
·      Dinas Pemuda dan Olah Raga
·      Badan Pemberdayaan Anak dan Perempuan
3.    Ormas Islam
·      MUI
·      Muhammadiyah
·      NU
·      DDII
·      DMI
·      BKPRMI
·      BKMT
·      IKADI
Tutor atau Pemateri Kegiatan Ekskul PAI adalah guru & pegawai
instansi Pemerintah  Daerah Kabupaten Sintang atau pengurus Ormas Islam yang terjadwal.
Sekolah, Masjid dan Gedung serbaguna
Output yang dihasilkan dari kegiatan pendidikan agama Islam mulai dari intrakurikuler (proses pembelajaran) dan ekstrakurikuler ialah:
a.    Cerdas secara Koqnitif
·      Siswa mengetahui, dan memahami ajaran Islam secara teori
·      Siswa hafal 22 surat al-Qur’an yang telah ditentukan oleh guru PAI
b.    Cerdas secara Afektif
·      Siswa mengamalkan semua pengetahuan ajaran Islam dalam kehidupannya
·      Siswa memiliki kepribadian yang baik, jujur, sopan, santun, bertanggung
jawab, hormat, taat, patuh, disiplin, toleran, dan empati. serta tidak merokok
·      Siswa lebih berhati-hati dalam pergaulan sehari-hari
·      Bagi siswa putri  dalam berpakaian sesuai dengan syariat Islam
c.    Secara Psikomotorik
·      Siswa memiliki keterampilan dan kemampuan dalam bidang aspek penun-jang kehidupan lainnya (Tilawah, Nasyid dan Qasidah, Pidato/ceramah)












D.      Penutup

Tugas pendidikan adalah mengupayakan agar anak bisa mengenal potensi dirinya, sedangkan pendidikan berperan memberikan fasilitas agar mereka dapat mengembangkan potensinya, baik bidang akademik maupun potensi non-akademik, seperti seni dan olah raga.  Pendidikan agama Islam (PAI)  merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diberikan kepada siswa. Melalui pendidikan agama Islam dharapkan untuk mampu melakukan revolusi mental peserta didik.
Adapun revolusi mental yang harus dilakukan peserta didik melalui PAI antara lain; a) meningkatnya kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual dan kecerdasan leadership, b) memiliki ghirah (kemauan) yang kuat untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan keislaman, c) berupaya menghindari dan meninggalkan pergaulan bebas dan perilaku tercela, d) memiliki akhlak mulia atau berkepribadian Islami, e) berupaya menjaga kebersihan dan kesucian diri dan lingkungan dari hal-hal yang kotor dan najis, f) rajin membantu orangtua dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi dan g) taat melaksanakan ibadah wajib dan ibadah sunnah.
Guru memiliki otonomi untuk melakukan inovasi pengembangan metode, strategi, dan materi pelajaran dari kurikulum yang ada dengan tujuan bagaimana mutu pelajaran tersebut dapat meningkat, tanpa terkecuali guru pendidikan agama Islam. Dalam  meningkatkan mutu seorang guru pendidikan agama Islam dituntut untuk terus melakukan kreasi/ inovasi dalam merancang pembelajaran. 
Dalam  upaya peningkatan mutu pendidikan agama Islam seseorang guru haruslah memperhatikan hal-hal sebagai berikut diantaranya adalah; (a) perbaikan secara kontinyu dan berkesinambungan, (b) menentukan standar mutu PAI, (c) perubahan kultur, (d) perubahan organisasi, (d)  menjaga hubungan dengan pelanggan.
Dari desain program peningkatan mutu PAI di SMP Negeri 2 Sintang Kabupaten Sintang Kalimantan Barat, merupakan konstribusi penulis sebagai guru PAI dalam upaya membumilandaskan revolusi mental peserta didik menuju generasi emas 2045 yang telah digagas oleh pemerintah sekarang ini melalui Kemendikbud. Namun yang paling urgen adalah melalui desain program ini penulis berupaya secara konsisten mewujudkan dan meningkatkan mutu PAI di sekolah tempat bertugas. Untuk mengimplementasikan desain program tersebut melalui berbagai tahapan proses sehingga diharapkan akan menjadi sebuah program kegiatan yang terstruktur.
Desain program tersebut masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis sangat mengharapkan koreksi dan sumbangsih pemikiran, sehingga apa yang menjadi cita-cita penulis dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan agama Islam di SMPN 2 Sintang akan dapat terealisasi dengan baik, endingnya adalah dapat melahirkan peserta didik (generasi) yang unggul secara pengetahuan, kepribadian mulia serta konsisten dalam melaksanakan perintah ajaran agama Islam dalam kehidupannya.

E.       Daftar Pustaka

Aassegaf, Abd. Rachman. 2011. Filsafat Pendidikan Islam; Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Abdullah, M. Amin. 1996.  Studi Agama Normativitas dan Historitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Achmadi. 2010. Ideologi Pendidikan Islam; Paradigma Humanisme Teosentris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ali, Attabik. 2003. Kamus Inggris-Indonesia-Arab. Yogyakarta: Mukti Karya Grafika.
Arcaro. S, Jerome. 2007. Pendidikan Berbasis Mutu: Prinsip-Prinsip Perumusan Dan Tata Langkah Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arifin, M. 1987.  Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bina Aksara.
Azra, Azumardi. Renaisans Islam Asia Tenggara: Sejarah Wacana dan Kekuasaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Bastian , Aulia Reza. 2002. Reformasi Pendidikan: Langkah-langkah Pembaharuan dan Pemberdayaan Pendidikan Dalam Rangka Desentralisasi Sistem Pendidikan Indonesia. Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama.
Ellyasin, Muhammad dan Nanik Nurhayati. 2012. Manajemen Pendidikan Islam. Yogyakarta: Aditya Media Publishing.
Farodis, Zian.  2011. Panduan Manajemen Pendidikan ala Harvard University. Yogyakarta: Diva Press.
Fattah, Nanang. 2001. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hamalik, Oemar. 2010. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya.
http://hdr. Undp. Urg/en/. Diunduh, 5 Oktober 2013, pkl. 23.15 WIB.
Hasibuan, Malayu. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Komariah, Aan dan Cepi Triatna. 2008. Visionary Leadership: Menuju Sekolah Efektif. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Kompas. Edisi 1 Mei 2001.
Makawimbang, H. Jerry. 2011. Supervisi dan Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: CV Alfabeta.
Media Indonesia. Edisi 29 Maret 2001.
Mulyono. 2008. Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Muhaimin, dkk. 2012. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muhroqib. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: LkiS.
Muriah, Siti. 2011. Kata Pengantar Dalam Manajemen Pendidikan Islam; Konstruksi Teoritis dan Praktis. Malang & Yogyakarta: Aditya Media Publishing.
Nata, Abuddin. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Partanto, Pius dan Dahlan Albari.  2001. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arloka.
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Menteri Agama No. 16 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Pendidikan Agama Pada Sekolah.
Republika, Edisi 8 Oktober 2001.
Salim, Peter. 1987. The Contemporary English Indonesian Dictionary. Jakarta: Modern English Press.
Sallis, Edward. 2012. Total Quality Management in Education. Yogyakarta: Ircisod.
Subroto, B. 2004. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Rieneka Cipta.
Sukarno. 2012. Budaya Politik Pesantren Perspektif Interaksionisme Simbolik. Yogyakarta: Interpena.
Sumartana, TH. 1998. Pluralisme dan Dialog Antaragama dalam Keadilan dan Kemajemukan. Jakarta: Sinar Harapan.
Undang-Undang No. 14 Tahun 2015 Tentang Guru dan Dosen.
Tobrani. 2008. Pendidikan Islam; Paradigma Teologis, Filosofis dan Spiritualis. Malang: UMM Press.
Zamroni. 2011. Dinamika Peningkatan Mutu. Yogyakarta: Gavin Kalam Utama. Malang: UMM Press.
hdr.undp.org, akses 18 Mei 2015. Jam. 03.30 WIB.
umk.ac.id, akses 18 Mei 2015. Jam. 03.30 WIB.
politik.kompasiana.com, akses 18 Mei 2015. Jam. 03.40 WIB.
http://www.mediaindonesia.com, akses 18 Mei 2015. Jam. 03.40 WIB.
infopublik.kominfo.go.id, akses 18 Mei 2015. Jam. 03.45 WIB.















[1] hdr.undp.org, akses 18 Mei 2015. Jam. 03.30 WIB
[2] umk.ac.id, akses 18 Mei 2015. Jam. 03.30 WIB
[3] politik.kompasiana.com, akses 18 Mei 2015. Jam. 03.40 WIB
[4] http://www.mediaindonesia.com, akses 18 Mei 2015. Jam. 03.40 WIB
[5] infopublik.kominfo.go.id, akses 18 Mei 2015. Jam. 03.45 WIB
[6] Zamroni, Dinamika Peningkatan Mutu, (Yogyakarta: Gavin Kalam Utama, 2011), hlm. 83
[7] Zian Farodis, Panduan Manajemen Pendidikan ala Harvard University, (Yogyakarta: Diva Press, 2011), hlm. 7
[8] Aulia Reza Bastian, Reformasi Pendidikan: Langkah-langkah Pembaharuan dan Pemberdayaan Pendidikan Dalam Rangka Desentralisasi Sistem Pendidikan Indonesia, (Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama, 2002) hlm. 24
[9] Sukarno, Budaya Politik Pesantren Perspektif Interaksionisme Simbolik, (Yogyakarta: Interpena, 2012), hlm. 15
[10] Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 44
[11] Jerry H. Makawimbang, Supervisi dan Peningkatan Mutu Pendidikan, (Bandung: CV Alfabeta, 2011),  hlm. 1
[12]  Siti Muriah, Kata Pengantar Dalam Manajemen Pendidikan Islam; Konstruksi Teoritis dan Praktis, (Malang & Yogyakarta: Aditya Media Publishing, 2012)
[13]  Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam; Paradigma Humanisme Teosentris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), cet. II, hlm. 32
[14] Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam; Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2011), hlm. 2. Lihat juga dalam Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 36. Juga dalam Tobrani, Pendidikan Islam; Paradigma Teologis, Filosofis dan Spiritualis, (Malang: UMM Press, 2008), hlm. 19. Salah satu contoh ayat tentang manajemen adalah bentuk kata derivasi dari dabbara (mengatur) yang banyak terdapat dalam al-Qur’an yang pengertian sama dengan hakikat manajemen adalah al-tadbir (pengaturan), yaitu dalam surat as-Sajdah ayat 5 yang mendeskripsikan tentang :
Artinya “Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan)  itu naik kepadaNya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu” (QS. As-Sajdah : 5)
[15] Muhroqib, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: LKiS, 2009), hlm. 17
[16] M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hlm. 15
[17] Achmadi, Ideologi..., hlm. 31
[18] Muhaimin dkk, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 29-30
[19] Depdikbud, Garis-Garis Besar Pengajaran, (Jakarta: Depdikbud, 1995), hlm. 1
[20] Ahmad A. Marimba, Pengantar Filsafat, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1962), hlm. 27
[21] Zuhairini dkk, Metode Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), hlm. 27
[22] Muhammad Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985),  hlm.  214
[23] Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Pers, 2000), hlm. 117
[24] Detailnya lihat dalam Azumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara: Sejarah Wacana dan Kekuasaan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999)
[25] Laporan Bank Dunia sebagaimana diberitakan harian umum Kompas, edisi I Mei 2001
[26] Media Indonesia dalam laporan pendidikan dan kebudayaan, edisi 29 Maret 2001
[27] Republika, edisi 8 Oktober 2001 dengan judul: Kualitas Sistem Pendidikan Indonesia Terendah di Asia.
[28] http://hdr. Undp. Urg/en/. Diunduh, 5 Oktober 2013, pkl. 23.15 WIB.
[29] Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak (Yogyakarta: LPPI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2014), cet. XIII. hal. 2
[30] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,  hal. 2
[31] Lebih jelas lihat Desain Program Peningkatan Mutu PAI di SMPN 2 Sintang, hal. 25
[32] Pius Partanto & Dahlan Albari, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arloka, 2001), hlm. 440
[33] Mulyono, Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hlm. 33
[34] Muhammad Eliyasin & Nanik Nurhayati, Manajemen Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Aditya Media Publishing, 2012), hlm. 60
[35] Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 1
[36] Malayu Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 1-2
[37] Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 16
[38] Pius Partanto dan Dahlan Albari, Kamus..., hlm. 510.
[39] Peter Salim, The Contemporary English Indonesian Dictionary, (Jakarta: Modern English Press, 1987), hlm. 550
[40] Attabik Ali, Kamus Inggris-Indonesia-Arab, (Yogyakarta: Mukti Karya Grafika, 2003), hlm.1043.
[41] Aan Komariah dan Cepi Triatna, Visionary Leadership: Menuju Sekolah Efektif, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), hlm. 9
[42]  B. Suryobroto,  Manajemen Pendidikan di Sekolah, (Jakarta: Rieneka Cipta, 2004), hlm. 210.
[43] Edward Sallis, Total Quality Management in Education, terj. Ahmad Ali Riadi & Fahrurozi, (Yogyakarta: Ircisod, 2012), hlm. 52.
[44] Ibid., hlm. 54.
[45] Ibid., hlm. 29-30.
[46] Ibid., hlm. 6.
[47] M. Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas dan Historitas, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 140-142
[48] Th. Sumartana, Pluralisme dan Dialog Antaragama dalam Keadilan dan Kemajemukan, (Jakarta: Sinar Harapan, 1998), hlm. 21.
[49] Undang-Undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 Pasal 8 dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Bab VI Pasal 28 ayat 3.
[50] Peraturan Menteri Agama No. 16 Tahun 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar